Senin, 12 Maret 2012

Love Is Not A Game -part 5-

Love Is Not A Game!!

 -Part 5-


            "Gue bener - bener nggak bisa, Ren! Sumpah, gue nggak bisa, nggak mau, dan nggak..nggak.. pokoknya enggak, Ren!!"

            "Ssh.. Ssh.. Tenang, Met! Tenang! Lo ngomong apa sih? Balik - balik ke kelas kayak orang kesetanan gini. Ohya, kok lo baliknya cepet amat? Hayoo.. Kabur ya lo!? Haha.. Untung jam pelajaran Bu Sarma udah habis. Bisa - bisa lo di interogasi lagi!"

            Meitha menarik nafas pelan. Mencoba menenangkan nafasnya yang naik turun gara - gara tadi dia berlari dari lantai bawah sampai lantai tiga dimana ruangan kelasnya berada. Karena pikirannya udah bener - bener kacau gara - gara hukuman-tembak-menembak itu, Meitha malah melarikan dirinya ke kelas dan bukannya pergi ke lapangan tempat seharusnya dia menjalankan hukumannya. Dan begitu sampai kelas, dia memuntahkan isi pikirannya ke Renita dengan berapi - api. Jelas saja nafasnya makin tak beraturan.

            "Habis ini pelajaran apa?" tanya Meitha pelan setelah nafasnya kembali normal.

            "Emm, pelajaran olahraga nih.."

            "Bagus," Meitha menghembuskan nafas lega. Kalo pelajaran olahraga kan mereka bisa kabur ke atap walau sebentar ajaaa dan Meitha bisa memohon pada Renita untuk meringankan hukuman taruhan itu.

            "Lo ada rencana apa?" tanya Renita yang sepertinya sudah curiga dengan gelagat Meitha yang aneh banget itu.

            "Kita ke atap! Penting nih!"

***

            "Nggak! Nggak! Nggak bisa, Met! Taruhan tetep taruhan! Kan udah ada perjanjian nggak tertulis tuh yang mengatakan bahwa yang kalah harus mengikuti apapun kata - kata yang menang. Dan gue udah bilang sama lo.. Lo harus kudu wajib nembak Ryan, ngerti!?"

            "Tapi, Ren.. Please.. Please.. Ayolah, hukuman yang lain aja. Kalo yang ini gue bener - bener nggak bisa" Meitha memohon pada sahabatnya dengan mata memelas. Udah kayak casting sinetron aja dah! Dan sepertinya Renita terperangkap akting Meitha nih!

            "Oke, kenapa baru sekarang lo minta ganti hukuman?" tanya Renita dengan nada tenang. Mencoba bersikap netral. Dan Meitha pun menceritakan kejadian tadi pada Renita...

            "Beneran, tadi gue pasti dikira gila sama dia!" Renita malah tertawa melihat tingkah Meitha yang memang udah kayak orang gila beneran. Renita mengetukkan jarinya ke dagunya. Berpikir keras.

            "Ha! Gue tau!" teriak Renita tiba - tiba. Meitha yang semula tengah berjalan bolak balik nggak jelas langsung duduk didepan Renita dengan wajah harap - harap cemas.

            "Gue kasih lo pilihan deh.. Lo pilih nembak Ryan, Erick atau.... Dani?"

            "HAH!? DANI!? LO GILA APAAAAA!????" seru Meitha jengkel. "GUE NGGAK MAUUUUU! Dan Erick? Nanti gue malah dikira mau nikam sahabat dari belakang lagi"

            "So?" Renita menyilangkan kedua tangannya di dadanya dan mengangkat satu alisnya. Berusaha bersikap tenang. Padahal aslinya dia pengin banget jitak kepala Meitha. Apa maksudnya nikam dari belakang coba? Renita kan nggak suka sama Erick!! "Gue udah kasih pilihan terbaik gue nih.."

            "Pilihan lo itu berat sebelah, Ren! Mau nggak mau gue harus pilih dia dong," sungut Meitha dengan wajah cemberut.

            "Udah nggak usah rewel lo.. lo pilih yang mana yang jadi korban lo ini?"

            "Gue nggak ada pilihan lain selain Ryan. Kalo Dani gue nggak mau! Kalo Erick.. itu kan udah jatah lo, Ren!" Meitha cengengesan dan tertawa keras saat melihat wajah Renita yang merah padam karena kesal sekaligus malu. "Intinya, ini mah sama aja bohong Renitaaaaa... Lo kalo mau ngasih gue pilihan yang bener dong! Nggak meringankan gue sama sekali nih!"

            Renita terdiam sesaat kemudian menghela nafas. Dia menatap Meitha dengan serius. "Oke, gue kan masih punya hati sama lo... Eciehh.. Kok gue yang jadi nembak elo?"

            Dan keseriusan yang berlangsung tak kurang dari satu menit itu langsung luntur. Renita ketawa ngakak sambil memegangi perutnya. Meitha memutar bola matanya dan berkata dengan nada disabar - sabarkan. "Seriuuuuuuuuuss nih gueeee..."

            "Hahaha.. Iya, sori..sori.. Maksud gue gini lho, Meitha sayaaaaang.. Ehm, soal hukuman nembak Ryan itu tetap nggak ada perubahan.."

            Meitha sudah hendak memotong ucapan Renita tetapi nggak jadi karena Renita segera menghadiahinya tatapan tajam. "Lo tetep harus nembak dia TAPI -ada tapinya nih, Met!- gue bakal kasih elo kesempatan selama tiga hari untuk menjalankan "misi" ini. Nggak harus sekarang. Gue kasih elo waktu untuk mempertimbangkan waktu yang tepat untuk melakukannya. Lo bisa kan pedekatein dia dulu gitu.. Gimana?"

            "Cuma tiga hari?" protes Meitha langsung. Renita langsung menatap Meitha galak. Nih anak udah dikasih hati malah minta jantung!

            "Apa lo mau gue seret Ryan ke sini sekarang juga dan elo harus nembak dia sekarang!?" ancam Renita dengan wajah serius. Kali ini Meitha nggak terjebak siasat sahabatnya itu.

            "Apa lo berani nyeret Ryan kesini sekarang juga?" serang Meitha balik. Renita terdiam sesaat. Terhenyak saat Meitha mengatakan hal tersebut. Ia tampak berpikir keras kemudian mengangkat bahunya dengan santai. "Gue bisa minta tolong Erick!"

            Sialan! Renita nyebelin banget! Kayaknya Renita jadi memperalat tuh cowok deh. Curang. Curang. Curang banget! Kalo gini kan gue jadi terdesak. Arghh


            "Ah, elo mah curang!"

            "Dalam kamus gue, sah - sah aja tuh selama itu menyangkut hal untuk ngejailin sahabatku yang paling unyu ini!"

            "Kamus apaan tuh? Baru tau gue ada kamus kayak begitu. Emm, tapi gue setuju kalo kamusnya bilang gue unyu!!"

            "Siapa yang bilang elo unyu?"

            "ELO!"

            "Ah, mulai ngaco nih," kilah Renita cepat. "Pokoknya gue nggak mau tau. Tiga hari, Met. Tiga hari! Dan gue bakal tunggu hasilnya. Lo nggak boleh bohong ya, Met! Gue punya informan nih"

             Meitha terdiam. Dan Renita tahu itu pertanda bahwa Meitha mengalah. Renita tersenyum penuh kemenangan. Emang seru deh ngejailin Meitha itu. Nggak ada tandingannya dah! Abisnya tuh anak lucu banget! Jelas - jelas Renita itu usilnya setengah mati tapi kok ya masih diladenin. Tapi emang sih kali ini agak kebangetan...

            "Deal ?" Renita mengulurkan tangannya ke arah Meitha. Memastikan. Meitha menarik nafas sejenak kemudian menyambut uluran tangan Renita.

            "Deal!"


***

            "Aduh, mampus gue! Kemana tuh kertas!??" Meitha merogoh saku roknya dengan panik. Tapi benda yang dia cari nggak ada disaku roknya. Meitha membuka tasnya dan menggeledah isinya. Mengeluarkan semua isinya dan menumpahkannya di tempat tidurnya.. Tapi nihil, kertas yang dicari Meitha nggak ada! Kertas yang berisi informasi soal Ryan!

            Meitha berdecak kesal dan berjalan mengelilingi kamarnya sambil mengetukkan jarinya ke dagunya. Dimana kertas itu? Seingat Meitha, kertas itu dia lipat dan dia taruh di saku roknya. Tapi kok nggak ada? Jangan - jangan jatuh lagi..? Meitha bergidik membayangkannya. Kalo sampai ditemukan orang yang salah, bisa - bisa informasi soal Ryan bakal tersebar luas dan menggemparkan satu sekolahannya. Aduh, kemana sih kertas itu!?

***

            "Meitha Aulia Putri. Biasa dipanggil Meitha. Tinggi 165 cm. Berat badan 48 kilogram. Golongan darah : O. Ulang tahun tanggal 20 Maret. Warna rambut hitam kecoklatan. Warna mata coklat. Warna kulit : Putih. Rambutnya yang panjang sepunggung lurus tergerai. Jarang diikat. Seringkali memakai jepit warna - warni jika poninya yang berpotongan miring itu sudah terjuntai panjang menutupi pandangannya. Tipe cewek yang nggak terlalu peduli dengan penampilan walau tampilannya emang girly abis. Cukup populer dikalangan cowok - cowok.. Hmm.."

            "Prestasinya lumayan. Tapi nilai bahasanya parah banget. Dari Bahasa Indonesia, Inggris, dan bahasa lainnya. Parah.. Sewaktu SMP pernah menjabat sebagai sekertaris OSIS. Termasuk murid yang disayangi guru - guru karena dia anak yang baik dan rajin... Jarang kena masalah dengan guru - guru. Tipikal murid yang didambakan guru - guru deh.."

            "Dia sahabatan dengan Renita. Padahal sewaktu SMP mereka itu musuh besar. Kayaknya mereka mulai berbaikan sewaktu naik ke kelas sembilan. Dan sekarang lengketnya nggak ketulungan.. Belakangan dia punya hobi taruhan dengan sahabatnya itu. Meitha biasanya sulit menolak kalau ditantang.. Hmmm.."

            "Dia penggemar berat boneka teddy bear. Suka banget makan coklat. Nggak terlalu sukaseafood.. Hmmm.. Dia suka warna putih dan biru. Nggak suka dengan warna kuning. Suka banget dengan anjing dan kucing. Suka banget yang berbau korea seperti filmnya, artis - artisnya, dan lain - lainnya... Suka denger musik klasik.. terutama piano. Dia pengin banget bisa main piano tapi nggak kesampean melulu.. Hmm.."

            "Untuk sejarah percintaannya sepertinya belum ada.. Sewaktu SMP dia nggak pernah deket dengan cowok manapun kecuali.. heh? Dia deket sama lo, Dan? Lo pacaran sama dia?"

            "Gue nggak pacaran sama dia," Dani menatap Ryan dengan wajah kesal. Tuh anak maunya apa sih? Setelah pelajaran olahraga, tau - tau tuh anak minta informasi soal Meitha selengkap mungkin dan dia akan mengambilnya di rumah Dani pada sore harinya. Dan disanalah mereka, Ryan yang dengan seenaknya tiduran di tempat tidur Dani sedangkan Dani duduk di meja belajarnya dan mendengarkan ocehan Ryan yang membacakan informasi tentang Meitha keras - keras.

            Terus.. pertanyaan Ryan yang terakhir tadi sangat menyebalkan. Emang kenapa kalo Dani emangpernah dekat dengan Meitha? Kan hubungan mereka cuma sebatas teman... Ngapain tuh anak pasang wajah kesal begitu? Emang Ryan siapanya Meitha? Dani jadi curiga. Jangan - jangan mereka ada sesuatu lagi..?

            "Gue cuma tanya.. Sensi amat sih lo?" ujar Ryan dengan wajah cuek. Sebenernya yang sensi itu siapa sih? Ryan atau.. emang Dani yang terlalu sensi? Ah, Dani jadi bingung sendiri! "Tapi lo udah nggak deket lagi ya sama dia?"

            "Hmm.. begitulah...?" Keraguan Dani terdengar seperti pertanyaan ditelinga Ryan. Ryan menumpukan salah satu sikunya agar bisa melihat Dani lebih jelas. Ryan mengangkat satu alisnya seolah bertanya dalam diam : kenapa?

            Dani mengernyit dan menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Entahlah.. Sikapnya dia emang jadi agak berubah sejak.. emm, sejujurnya gue bahkan nggak inget. Gue deket sama dia kan udah lama banget, Yan. Mungkin gue jadi nggak terlalu nyadar kapan gue mulai jauh sama dia. Mungkin menjelang gue lulus?"

            "Ohya, bukannya menjelang kelulusan.. kata lo, lo mulai go public sama cewek lo itu kan? Siapa namanya? Marisa kan?"

            "Iya, terus kenapa?" tanya Dani dengan raut kebingungan terpampang jelas diwajahnya. Dia nggak ngerti sama sekali dengan arah pembicaraan Ryan ini!

            "Kayaknya gue tau masalahnya..." gumam Ryan kemudian kembali menatap kertas yang dia pegang sedari tadi itu.

            "Ohya? Apaan?"

            Ryan menatap Dani dengan pandangan agak sinis, sebenarnya. "Heran deh gue sama lo. Gitu aja lo nggak ngerti. Kayak gini nih temen gue yang selalu nasehatin gue buat ngertiin perasaan cewek, bersikap ramah sama cewek, blablabla.. Eh, ternyata lo lebih bego daripada gue!"

            "Hah? Apa hubungannya? Serius, gue nggak ngerti!"

            "Susah deh ngomong sama anak kecil!" sindir Ryan pedas. Tapi Dani nggak merasa tersinggung. Dia malah kebingungan setengah mati. Nggak ngerti sama sekali!

            Ryan mengalihkan pembicaraan yang memang sebenarnya ingin dia katakan sedari tadi. "Kenapa dulu Meitha bisa musuhan sama sahabatnya itu? Dan kenapa mereka baikan saat lo mau lulus?"

            "Wah, itu gue juga nggak tau. Serius, pertanyaan maupun pernyataan lo sama - sama bikin gue pusing! Dan apa kata lo tadi? Kenapa mereka baikannya saat gue lulus? Mana gue tau? Masa mereka janjian baikan dan sama - sama ngejauhin gue gitu? Eh, tunggu dulu...! Iya juga ya? Kok mereka......"

            "Lo juga deket sama sahabatnya Meitha?" Ryan terkejut mendengar penuturan Dani. Dani mengangguk pelan dengan wajah lugu. "Iya, dia kan..."

            "Oh, oke.. Sekarang semuanya udah keliatan dengan jelas," potong Ryan dan mengangguk - anggukan kepalanya seolah dia udah mecahin soal matematika paling susah yang pernah ada. Dani menatap Ryan sedikit jengkel. Nih anak udah hobinya nanya - nanya nggak jelas, motong omongan Dani, eh, sekarang belagak kayak detektif yang udah tau akar permasalahan tapi nggak mau ngasih tau! Menyebalkan!

            "Terserah lo deh.. Buat apa sih tuh informasi?" tanya Dani balik ke topik sebelumnya. Dani emang udah curiga berat waktu Ryan meminta informasi soal Meitha. Dan sekarang tuh cowok malah senyam senyum nggak jelas lagi. "Lo beneran naksir dia ya?"

            Senyum Ryan menghilang. Dia menatap Dani dengan kesal, "Gue udah bilang belum kalo itu bukan urusan lo? Gue nggak naksir dia, Dani. Jadi berhenti nanya gue sehari tiga kali -bahkan lebih- mengenai masalah itu"

            "Kalo gitu buat apa lo nyari informasi soal dia?"

            "Dia udah repot - repot nyari informasi soal gue.. Nggak adil kalo gue nggak tahu apa - apa soal dia juga," jawab Ryan lirih sehingga Dani tak dapat mendengar dengan jelas.

            "Apa kata lo? Gue nggak denger"

            "Ohya, sahabatnya Meitha itu gebetannya Erick kan?" Dani memelototi Ryan dengan kekesalan yang meluap - luap. Ini anak bener - bener... Kalo ngomong kok sesukanya sendiri. Ditanya malah balik nanya!

            "Iya.. Eh, lo mau kemana?"

            "Gue ada urusan.." jawab Ryan sekenanya kemudian keluar dari kamar Dani tanpa berkata apa - apa lagi. Dan Ryan pun pergi. Dani menggeleng - gelengkan kepala melihat tingkah Ryan itu. Benar - benar tamu yang nggak punya sopan santun dengan pemilik rumah!

***

            Meitha berjalan lesu sambil membawa beberapa buku menuju perpustakaan. Kayaknya Bu Sarma dendam kesumat deh sama Meitha. Buktinya meski nggak nagih pertanggung jawaban hukuman Meitha kemarin siang, tapi tuh guru malah nyuruh Meitha ngerjain tugas kemarin di papan tulis. Padahal Meitha kemarin kan nggak ngedengerin ocehan tuh guru. Jadi mana ngertilah dia dengan tuh pelajaran. Jadilah Meitha cuma cengar cengir dan mejeng di depan kelas dengan wajah tak berdosa. Eh, sebenarnya ngerasa bersalah juga sih. Kan sewaktu SMP dia kan anak pinter kesayangan guru - guru. Sekarang? Malah ngajak perang ama guru nih. Ck!

            Dipastikan Bu Sarma langsung ngamuk - ngamuk. Meitha diusir dari kelas dengan catatan ngerjain tugas yang kelihatannya lebih sulit daripada soal sebelumnya di perpustakaan. Dan disanalah Meitha sekarang. Berdiri di depan pintu perpustakaan dengan wajah seperti habis diterpa badai.

            Sebenarnya, Meitha males banget mampir ke perpustakaan ini. Perpustakaan sekolah Meitha punya desas - desus yang luar biasa aneh!  Yahh, bangunan perpustakaan di sekolah mereka memang terpisah dengan bangunan utama. Hal itu dikarenakan perpustakaan mereka menggunakan bangunan yang lama. Bangunan itu dipisahkan dengan bangunan utama karena ada satu lapangan bakset, satu lapangan sepak bola serta satu lapangan voli di tengah - tengahnya. Dan dibelakang perpustakaan itu adalah taman belakang sekolah.

            Nggak heran kalo ruangan itu terasa berbeda dibanding ruangan yang lain. Tapi bukan itu masalahnya. Renita pun sudah menceritakan padanya mengenai kebenarannya yang memang tidak meleset dari desas desusnya itu. Dan Meitha lagi nggak mood untuk melihat dengan mata kepala sendiri apa yang ada di sana. Meitha membuka pintu perpustakaan dan terpaku.

            Rasanya seperti kembali ke jaman dulu. Ruangan itu terasa kuno banget. Dengan lantai serta dinding yang dilapisi kayu berwarna cokelat tua. Rak - rak besar yang berderet terlihat seperti labirin yang sangat besar dan rumit walau penataannya sendiri sudah sangat rapi. Meja - meja untuk membaca pun tidak ditaruh di ujung seperti perpustakaan pada umumnya. Dikejauhan, Meitha bisa melihat meja - meja itu malah ditaruh di tengah - tengah seluruh rak yang mirip labirin itu. Buku - bukunya sangat banyaaaaaaak dan bahkan ada yang terlihat sangat tua hingga berwarna kekuningan. Dindingnya banyak sekali dipenuhi dengan lukisan - lukisan dan foto - foto hitam putih yang sangat menarik. Meitha sampe menganga melihatnya. Ini tahun berapa sih?

            Dan nuansanya itu sama sekali nggak horor. Justru kebalikannya, perpustakaan itu terasa begitu.. damai, tenang, magis, sekaligus... romantis! Pas banget seperti yang dikatakan Renita. Nggak salah kalo perpustakaan sekolah mereka dinobatkan sebagai tempat terfavorit para siswa. Apalagi buat tempat pacaran.. wah, suasananya mendukung banget. Penjaga perpustakaan yang sepertinya sudah siap untuk pensiun itu sering tertidur dan nggak pernah menegur murid - muridnya selama mereka tidak membuat gaduh. Mana tuh guru suka banget nyetelin musik klasik, lagu - lagu romantis, dan sejenisnya itu. Aduh, pantes aja perpustakaan mereka nggak pernah terlihat nggak ada pengunjungnya. Cocok banget buat tempat pacaran!

            Hal inilah yang ngebuat Meitha kaget banget saat Renita mau diajak ke perpustakaan sama Erick. Aturan nggak tertulis yang wajib diketahui oleh para junior adalah : kalo ada seseorang (yang pasti lawan jenis) yang ngajakin ke perpustakaan, itu namanya ngajak kencan versi di sekolah! Keren banget nggak sih nih sekolah?

            Tapi miris banget deh buat yang masih jomblo. Auranya itu lho, sesuatu banget! Jam pelajaran gini aja masih terlihat beberapa pasangan siswa siswi sedang asik perpacaran. Gerah bangetlah kalo masih jomblo. Dan yang datang ke perpustakaan tanpa pasangan pasti dihadiahi tatapan kasihan oleh para penghuninya. Seperti saat Meitha memasuki perpustakaan itu. Ugh! Nyebelin banget!

            Meitha hendak duduk dimeja terdekat yang jaraknya cukup jauuuh dari beberapa pasangan itu agar kegerahannya itu bisa lebih terobati ketika dia menyadari ada seseorang yang duduk tak jauh dari sana. Meitha menyadari cowok itu adalah Ryan. Heran, kenapa Meitha sering banget ketemu nih cowok? Ryan terlihat sedang tertidur dengan kedua tangan menutupi wajahnya. Percuma saja sebenarnya. Penampilan Ryan jelas memungkinkan siapapun untuk mengenali siapa dia.

            Meitha berjalan mendekat dengan ragu - ragu. Ia melirik sekitarnya. Nampaknya meja yang ditempati Ryan agak tersembunyi dari pandangan para pasangan itu. Bagus! Situasi yang sangat dibutuhkan Meitha saat ini.

            Mendingan gue pedekatein dia sekarang aja deh! Seperti kata Renita.. Tar deh gue pikirin kapan saat yang tepat untuk ngejalanin hukuman itu..


            Dengan modal super nekat Meitha mencolek pundak Ryan agar cowok itu bangun. Sepertinya Ryan tidak tidur karena dia langsung mengangkat kepalanya untuk menatap Meitha. Ryan mengerjapkan matanya kemudian membetulkan posisi duduknya.

            "Hai," sapanya dengan wajah datarnya serta tatapan tajamnya yang khas itu. Meitha sampai mengernyit melihatnya. Kayaknya tuh cowok lagi bad mood deh. Nggak ada ramah - ramahnya kayak kemarin!

            "Gue boleh duduk disini nggak?" tanya Meitha dengan wajah malu - malu. Aslinya sih Meitha maluuuuuuuuuu berat. Ngedeketin Ryan adalah hal terakhir yang sebenernya ingin dia lakukan saat ini.

            "Boleh," Ryan kembali menelungkupkan kepalanya di meja dan membuat Meitha bengong. Ish, gila nih cowok. Jutek + dingin banget! Ngeselin! Bikin Meitha mati kutu lagi! Kok sikapnya jadi aneh gini ya?

            Meitha yang sudah telanjur ngomong terpaksa duduk di depan Ryan dengan kesal. Meitha meletakkan buku - bukunya dengan hati - hati. Padahal rasanya Meitha pengin banget banting tuh buku ke kepala Ryan yang sepertinya lagi error itu. Sok banget sekarang!

            "Lo kenapa sih?" tanya Meitha mencoba terlihat sewajar mungkin. Ryan diam saja. Bahkan menggerakan kepalanya pun nggak sama sekali. Seolah nggak denger aja!

            "Hmm? Nggak papa" jawabnya dengan suara teredam.

            Eh, biasa aja kali ya jadi cowok!! Ngeliat aja nggak mau! Lo tuh kenapaaaaaaaaa sih? Kok jadi aneh gini!???


            Sekali lagi Meitha harus menelan kekesalannya dalam hati. Huh! Meitha membuka buku pelajarannya dan berusaha mengabaikan Ryan. Pembalasan nih! Dan Meitha memang berhasil melakukannya.. karena soal - soal fisika itu memang benar - benar mematikan! Meitha nggak ngerti sama sekali. Meitha sampe mengacak - acak rambutnya karena frustasi. Err...

            "Ngerjain apa lo?" Meitha mendongak dan mendapati Ryan sedang menatapnya dengan.. tajam. Entahlah, nggak ada kata yang tepat untuk menggambarkannya. Dibilang penasaran, enggak. Ramah juga enggak. Jutek juga nggak terlalu. Biasa tapi tajam!

            "Fisika," jawab Meitha datar.

            "Gue boleh liat?" katanya sih kayak orang mau minta ijin, aslinya malah langsung ngambil buku Meitha tanpa menunggu jawaban dari Meitha! Ugh! Ryan menatap soal itu cukup lama kemudian mengacungkan buku itu didepan Meitha. Ia mengangkat satu alisnya dan matanya terlihat sedikiiiiiiiiiit berbinar jenaka.

            "Kayak gini lo nggak bisa ngerjain?"

            KURAAAAAAANG AJAAAAAAR!! Nadanya biasa aja, Yan! Ngehina bener lo! Meski itu kenyataan sih! UGH! UGH! ARGHH!!


            "Otak gue lagi nggak konek. Kemarin kan gue nggak ngedengerin ocehan Bu Sarma," kilah Meitha cepat dengan wajah berlipat kesal.

            "Gue juga nggak ngedengerin tuh. Tahun lalu gue dengernya," jawab Ryan masih dengan santainya. Err!

            "Cerewet! Kalo nggak bantuin gue nggak boleh banyak protes!"

            "Kalo gue bantuin gimana?" tawar Ryan dengan senyum tipis tersungging dibibirnya. Hah, akhirnya tuh cowok nggak terlalu jutek lagi! Fiuhhh.. Mana katanya mau bantuin Meitha lagi. Akhirnya ada yang membebaskan Meitha dari kegalauan gara - gara fisika!

            "Beneran?"

            Dan sebagai jawabannya Ryan mengambil buku itu kemudian mengerjakannya dengan sangaaaaaaaaaat cepat. Gila, sedari tadi Meitha bengong, memutar otak dan berdoa aja jawabannya nggak muncul - muncul kok! Padahal Meitha tergolong pintar untuk urusan beginian. Lah nih cowok? Nggak sampai 15 menit, lima soal mematikan itu sudah dijawab dengan rumus dan cara yang.. sejujurnya, Meitha aja nggak ngerti!

            "Wow" hanya itu komentar Meitha yang bisa dikeluarkannya saat itu. Ryan hanya menatapnya tanpa berkata apa - apa lagi. "Ohya, lo ngapain disini?"

            "Gue juga dihukum kayak lo. Bedanya sih, tugas gue udah selesai dari tadi dan nggak dikerjain sama orang lain," Argh! Nih anak nyebelin banget! Kayaknya nggak rela bentaaaaaar aja buat mengolok - olok Meitha! Huh.

            "Gue kan nggak minta lo buat ngerjain tugas gue"

            "Kalo gitu siniin buku lho.. Biar jawabannya gue sobek aja!"

            "Eh, enak aja! Ntar mubazir!" elak Meitha sambil memegangi bukunya dengan perlindungan ekstra. Ryan memutar bola matanya dan tertawa. "Trus kok lo nggak balik ke kelas?"

            "Buat apa gue balik cepet - cepet? Mendingan gue tidur dulu disini bentar daripada ntar gue diusir lagi. Kesempatan nggak boleh dilewatkan, Met. Mubazir tau?" Ejieh, nih cowok bener - bener dah! Jawabnya pake ngelempar balik kata - kata Meitha lagi.

            "Ngomong - ngomong, nih jawaban lo bisa dipertanggung jawabkan nggak? Jangan - jangan salah semua lagi!" balas Meitha untuk mengejek Ryan. Lihat aja tuh, wajahnya Ryan langsung terlihat kecut asem pedes... Nano - nano lah!

            "Mau taruhan?"

            AAAAAAAAAA!! KENAPA ORANG - ORANG DISEKITAR GUE NGGAK ADA YANG BENER!? NGAJAKIN TARUHAN MULU! Dan.. dan.. kenapa juga gue rasanya nggak bisa bilang "ENGGAK"!? Yang bego itu sebenarnya siapa!??


            "Taruhan apa?" tanya Meitha yang walaupun malas tapi juga penasaran.

            "Kalo jawaban gue salah, ntar lo gue traktir deh. Tapi kalo gue bener, lo harus nraktir gue. Gimana?"

            "Traktir dimana?"

            "Lo maunya dimana?"

            Meitha terdiam. "Nggak tahu.."

            "Hmm.. Ntar pulang sekolah gue tunggu digerbang, oke?"

            "Hah? Maksud lo?" Meitha menatap Ryan tak mengerti. Ryan menangkupkan kedua tangannya dan mecondongkan badannya ke arah Meitha agar bisa menatapnya lebih lekat.

            "Lo tentuin aja mau makan dimana, kalo elo yang menang sih.. Tar pulang sekolah kita langsung cabut"

            HAH? Kok gue nangkepnya elo kayak NGAJAK KENCAN ya!? Wah, rempong dah gue! Otak gue mulai error nih!!


            "Aaa.. Oke," Meitha mengumpat dalam hati saat menyadari dia menjawab dengan agak tergagap. Memalukan sekali! Ryan tersenyum lagi. Senyum yang tidak menyenangkan sebenarnya. Abis senyumnya kayak mengejek Meitha sih!

            Terdengar bel pelajaran kedua telah habis. Ryan bangkit berdiri membuat Meitha harus mendongak agar bisa tetap melihat cowok itu.

            "Lo siap - siap aja ya. Kata gue sih yang bakal menang pasti gue," Ryan mengetukan jarinya di kening Meitha pelan kemudian berjalan meninggalkan Meitha yang sepertinya masih di dunia lain.

            Satu detik..

            Dua detik..

            Tiga detik...

            "AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!! BEGO! BEGO! BEGO!"

***

            "Hahahaha.. Bego bener lo!" Renita masih tertawa keras - keras membuat wajah Meitha kian menggelap saja.

            "Ah, elo kan tau sendiri kelemahan gue apa. Gue nggak bisa bilang "enggak" kalo udah urusan ditantang begitu," gerutu Meitha kesal. Renita tertawa lagi mendengarnya. Lucu bener sih si Meitha itu! Meitha sudah menceritakan insiden perpustakaan itu dengan terperinci pada Renita. Dan ya ampun, malu - maluin banget teriak - teriak kayak gitu sampe ditegur sama penjaga perpustakaan + para pasangan itu. Untung Renita nggak ada disitu! Malu - maluin berat sih!

            Tapi yang lebih parah adalah bisa - bisanya Meitha termakan dengan jebakan Ryan. Gila apa, Renita kan udah kasih tau Meitha kalo cowok itu pinteeeeeeeeeer asli bangetlah. Meitha aja kan liat kalo cowok itu ngerjain tugas Meitha kayak ngerjain peer anak TK. Gampang banget! Dan emang jawaban Ryan betul semua (dan Bu Sarma langsung berubah bak malaikat saat memuji pekerjaan Meitha. Bodohnya, Meitha hanya pasang wajah bego saat itu!) dan jelas saja Meitha kalah taruhan-yang-nggak-bermutu itu. Ada - ada ajalah si Meitha itu!

            "Trus, ntar lo jadi nraktir dia dong?" Renita terkekeh membayangkannya. Meitha kan lagi krisis uang jajan tuh. Lagi nabung buat beli tas baru yang mungkin akan terlupakan mengingat Meitha harus nraktir Ryan. Nraktir cowok itu jelas kesalahan besar karena mereka itu kan makannya banyaaaaaaaak, nggak terkecuali Ryan!

            "Iya," jawab Meitha lesu.

            "Eh, makan dulu tuh soto. Nih, gue aja udah selesai makan nih" Meitha hanya mengaduk sotonya itu dengan tak berselera. Bener - bener deh nih anak! Renita tadi udah ngantri dikantin beli tuh soto buat Meitha dengan penuh perjuangan tuh. Nggak dihargai! Ckck..

            "Met, mendingan lo segera nembak dia deh. Gue udah geregetan nih!" Renita mengalihkan pembicaraan yang membuat Meitha menghentikan aksi mengaduk sotonya itu.

            "Apa hubungannya sama elo?" tanya Meitha nggak ngerti.

            "Taruhan, dia itu suka sama lo, Met. Banget malah. Erick aja bilang Ryan itu kalo udah menyangkut urusan lo sikapnya jadi beda bangetlah. Padahal sama cewek yang lain nggak pernah kayak gitu! Tapi.. tapi.. denger cerita lo diperpus tadi, kok gue kok nangkepnya jadi beda ya? Dia tuh kayak antara suka dan nggak suka sama lo. Nggak terprediksi nih. Bingung gue! Waktu pertama ketemu sikapnya dingin banget, eh, akhir - akhir taunya malah ngajak elo kencan.."

            "Dia nggak ngajak gue kencan! Ryan tuh cuma mau ngejek gue doang," sembur Meitha dengan mata melotot maksimal. Renita ngaco banget deh! Salah presepsi dia!

            "Nah, itu dia, Met! Itu! Sikapnya itu kalo diartiin bisa jadi antara suka dalam arti cinta dan suka dalam arti ngejailin elo. Malah gue sekarang jadi mikir, apa tebakan gue sama yang lainnya salah ya soal dia naksir elo itu...? Jangan - jangan dia emang nggak suka sama lo? Bisa nggak sih lo bayangin perasaan gue kalo tahu ada cowok yang ngedeketin temen gue tapi maksud pendekatannya sendiri nggak jelas gitu? Penasaran berat pastinya! Gue penasaran nih! Maunya dia tuh apa sih sama lo?"

            Meitha speechless. Sumpah, analisis Renita tadi bener - bener nggak pernah kepikiran di otak Meitha. Pemikiran Renita itu bisa jauuuuuuuuh banget. Tapi kalo dipikir - pikir, iya juga ya? Motif apa sih yang mendasari cowok itu seneng banget gangguin dia? Memang bikin penasaran... tetapi nggak sebaiknya sahabat sendiri malah dikorbankan!

            "Trus apa hubungannya sama nembak dia?"

            "Ya hubungannya banyak bangetlah, Met! Gue kan penasaran berat nih sama perasaan dia sama lo.. Satu - satunya cara adalah dengan mancing dia! Dan itu artinya elo harus berani main api sama dia nih. Tembak dia dan tunggu aja reaksi dia kayak apa.. Emm, ngomong - ngomong, sori ya lo malah jadi korban rasa penasaran gue.. Tapi siapa juga yang nyuruh elo kalah taruhan? Kan jadinya malah memberikan gue kesempatan untuk mengetes pemikiran gue ini"

            Meitha nggak berkomentar apa - apa. Emang khas Renita banget. Minta maaf tapi nggak pernah keliatan tulus sama sekali. Meitha memasang wajah murung membuat Renita jadi nggak tega juga. "Ssh, jangan pasang wajah galau gitu dong. Gue kan jadi ngerasa nggak enak nih. Eh, tapi hukuman tetep hukuman deng. Gue bisa bantu apa deh..?"

            "Lo nyumbang gue buat nraktir Ryan aja gue udah seneng kok, Ren" Meitha cengar cengir saat mengatakannya. Renita menjitak kepala Meitha gemas. Masih sempat nih anak mikirin duit segala. Heran deh! Eh, nggak juga deng. Kalo yang ini khas Meitha banget deh. Tiap dikasih hati langsung minta jantung! Nggak pernah mau melewatkan kesempatan alias nggak mau rugi!

            "Yee! Itu mah namanya pemerasan!"

            "Lah, katanya mau bantuin gue? Yang konsisten dong, Ren," balas Meitha tak mau kalah. Topik pembicaraan mereka kembali beralih ke arah yang nggak jelas. Mereka malah jadi melupakan topik sebelumnya.

            "Gue kan juga mau nabung buat beli tas kayak lo itu. Kan kita mau kembaran?"

            "Kembaran apaan?" pertanyaan itu membuat kedua cewek itu langsung menoleh ke arah sumber suara itu. Dani berdiri disamping mereka dan tersenyum lebar. Meitha dan Renita berpandangan sesaat kemudian tersenyum kecut. Sejujurnya, Meitha aja udah lupa dengan keberadaan Dani itu! Ngapain lagi nih cowok?

            "Ngapain lo disini?" Renitalah yang menyuarakan suara hati Meitha. Renita mengatakannya cukup tenang walau Meitha tahu hati Renita sedang bergejolak saat melihat cowok itu.

            "Kita boleh gabung nggak?" Tahu - tahu Erick sudah ada dibelakang Dani dan melongok dari bahu Dani. Kayak hantu aja! Senyum Renita kian masam saja. Rupanya, yang sial nggak cuma Meitha nih! Meitha cukup dihadapkan dengan Dani sedangkan Renita malah harus menahan sabar dengan dua makhluk cowok yang ada dihadapannya itu. Renita mengangguk saja. Meitha menunduk dan memakan sotonya dengan terpaksa. Males banget ngeliat Dani yang ada dihadapannya itu.

            "Ryan mana?" tanya Renita sambil melirik Meitha disampingnya. Meitha balas melirik dengan tajam. Maksudnya apaan nanya Ryan segala?

            Erick melirik Meitha kemudian menjawab pelan, "Lagi dihukum Pak Seno tuh"

            "Heh? Emang dia ngapain?"

            "Tadi dia nonjok gue. Sialan, sakit bener lagi," Erick mengusap pipinya yang setelah dilihat - lihat memang agak bengkak. Renita dan Meitha menatap Erick dengan terkejut sekaligus penasaran.
            "Kok bisa?" kali ini Meitha yang bertanya. Erick melirik Dani disebelahnya. Mereka bertukar pandang sesaat dan Meitha jadi curiga ada isyarat tertentu diantara mereka tadi.

            "Nggak papa. Tadi Erick bercandanya keterlaluan. Ryan jadi marah. Gitu aja kok," jawab Dani sesingkat mungkin. Meitha menatapnya sengit.

            Siapa juga yang nanya sama lo?


            "Ohh, lo nggak papa, Rick?" tanya Renita tanpa sadar dengan wajah prihatin. Senyum Erick langsung mengembang. Aduh! Kesalahan besar! Kesalahan besar! Meitha terkikik melihat wajah Renita langsung merah padam saat menyadari pertanyaan itu malah ngebuat Erick jadi berbunga - bunga gitu. Erick tuh emang kocak banget deh! Tipikal cowok cool yang langsung leleh kalo udah bertemu dengan pujaan hati. Jelas aja, Renita nggak keplek - keplek kayak cewek lainnya. Lah wong Erick selalu bersikap konyol kalo didepan Renita!

            "Gue nggak papa kok, Ren" jawab Erick masih dengan senyum mengembang diwajahnya. Renita diam saja karena bingung mau berkomentar apa. Maunya sih dijutekin, tapi kan nggak enak juga sama Dani. Ah, pusing! Mana si Meitha nggak berhenti ketawa sedari tadi! Err

            "Jadi tadi kalian berantem gitu?" tanya Meitha yang masih mengerling jail pada Renita. Renita mengerecutkan bibirnya tetapi masih tidak berbicara apapun.

            "Nggak lah. Gue nggak sempet nonjok dia balik gara - gara Pak Seno keburu lewat," gerutuan Erick membuat Meitha mengernyit heran. Aneh bener nih anak! Dihajar gitu bukannya kelihatan marah malah keliatan biasa - biasa aja. Dari ekspresi wajahnya tuh malah kayak sedikit menyesal nggak bisa nonjok si Ryan balik. Hah, jangan - jangan mereka memang suka kayak gitu lagi? Uishh, kekerasan dalam pertemanan nih!

            "Lo nggak marah?" tanya Meitha lagi dengan keheranan yang tidak ditutupi sama sekali.

            Erick malah tertawa kecil. Dani tersenyum tipis kemudian menjawab dengan santai "Udah biasa. Cuma main - main kok. Tapi yang tadi emang agak keterlaluan sih."

            "Ummmm.." Meitha hanya menggumam tak jelas. Rasanya gerah banget buat ngomong. Sedari tadi, entah sengaja atau tidak, Dani selalu saja yang menimpali pertanyaan Meitha. Nyebelin banget. Dan rasanya nggak enak buat bersikap jutek dengan Dani karena ada Erick disitu. Uh.. Ribet bangetlah!

            "Ohya, Met.." Dani kembali melirik Erick. "Tadi Ryan nyuruh kita buat bilang sesuatu sama lo..." Erick meliriknya balik. Kok mencurigakan banget sih? "Katanya dia nggak bisa hari ini. Besok aja..." Dani terdiam sesaat "Emang kalian ada janji apaan?"

            "Eeee... Oke, makasih udah ngasih tau.. Eh, gue balik ke kelas dulu ya" Meitha bangkit berdiri dengan terburu - buru dan melirik Renita "Lo mau ikut apa masih mau disini?"

            Wah, Meitha disaat genting gini masih sempat - sempatnya ngejailin Renita! Renita merengut kesal dan ikut bangkit berdiri mengikuti Meitha setelah memberikan lambaian (terpaksa) kepada dua cowok itu. Meitha sendiri sudah kabur duluan. Eish, gila bangetlah waktu ditanyain Dani tadi. Meitha beneran mati kutu buat jawab pertanyaan Dani yang terakhir tadi.

            Meitha menoleh kebelakang dan melihat Dani masih menatapnya dari kejauhan. Aduh... Meitha jadi galau nih. Kenapa sih tuh cowok ngeliatin Meitha kayak gitu? Apalagi waktu Dani tanya sama Meitha tadi.. ekspresinya kelihatan tidak suka.. Seolah nggak terima aja kalo Meitha ada sesuatu dengan Ryan.. ADUH! Meitha mikir apaan sih!? Meitha menggelengkan kepalanya dengan keras. Mungkin nggak sih kalo rasa itu masih hinggap di hati Meitha.. meski sedikit? Err... LUPAKAN! LUPAKAN!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar