Jumat, 09 Maret 2012

Love Is Not A Game -part 3-

Love Is Not A Game!!


-Part 3-


            Semoga hari esok lebih baik dari hari ini...


            Pagi ini, Meitha bangun lebih awal dengan perasaan yang lebih baik. Sepertinya dia sudah bisa menerima nasib yang sedang dia jalani ini. Huh. Nggak juga sih! Sejak bangun tadi pagi, Meitha sudah memikirkan seribu cara untuk mencari informasi tentang Ryan. Namun dari seribu cara yang dia pikirkan, kebanyakan adalah cara - cara gila, mustahil, dan ngayal alias ngarep banget.

            Pikiran itu justru membuat Meitha g.a.l.a.u. Rasanya dia sudah hampir putus asa padahal dia belum melakukan apa - apa! Persis kayak tentara yang kalah sebelum berperang. Nggak banget!

            Yahh, paling nggak dia udah tahu nama lengkapnya. Lumayanlah!

            Hari ini Meitha diantar Mamanya ke sekolah karena motornya masih harus menginap dibengkel. Selama perjalanan pun Meitha masih berpikir keras untuk mendapatkan informasi tentang cowok itu. Pikiran Meitha juga masih melayang - layang saat dia sudah memasuki gerbang sekolahnya.

            "Meitha!" seruan itu membuat pikiran Meitha kembali dan Meitha menoleh ke arah sumber suara itu. Ternyata Dani. Meitha terdiam beberapa saat kemudian memilih untuk mengabaikan cowok itu. Meitha terus berjalan tanpa menoleh lagi. Dani masih memanggil - manggil namanya dan Meitha bisa mendengar derap langkah cowok itu yang terdengar semakin dekat. Meitha pun mempercepat jalannya.

            Sayangnya, kecepatan jalan Meitha tidak sebanding dengan kecepatan larinya Dani. Dengan mudah, Dani bisa menyamakan langkahnya membuat Meitha kesal. Dia melirik cowok itu dan memutuskan untuk bersikap seolah Dani tidak ada saja. Soalnya Dani itu semakin dilawan malah semakin ngeyel. Huh!Stay cool, girl!


            "Hai," sapa cowok itu dengan nafas terengah - engah sehabis mengejar Meitha yang kecepatan jalannya ternyata perlu diperhitungkan juga. Mau tak mau Meitha merasa terenyuh juga. Dani sampai rela berlari buat dia.. Sejak SMP, Dani itu udah terkenal paling males kalo disuruh lari. Bukannya dia lemah atau apa, tapi nggak suka aja kalo lari. Maka dari itu, ngeliat Dani lari - lari itu kejadian super langka. Hanya akan terjadi bila Dani sedang penilaian olahraga dan dalam keadaan mendesak.

            Nah, jadi apakah ini termasuk keadaan mendesak? Meitha nggak tahu harus bereaksi apa. Pikirannya kacau. Kepalanya telah dipenuhi dengan taruhan, Ryan dan tentu saja.. orang yang berjalan disebelahnya ini...

            "Kok ngelamun?" tanya Dani dengan pandangan khawatir. Meitha tertegun melihatnya. Dani masih seperti dulu. Caranya bicara, tatapannya, gerak - geriknya... Dia nggak berubah.. desah Meitha dalam hati.

            Kebencian itu sedikit demi sedikit mulai meluruh dalam kerinduan yang dia pendam selama ini. Seberapa besar pun kebencian itu, Meitha tidak bisa menyangkal bahwa cowok itu pernah menjadi seseorang yang mengisi hari - harinya, hidupnya, dan hatinya... Meitha tidak tahu harus bereaksi apa dalam keadaan seperti ini. Seringkali, dia bisa meyakinkan hatinya bahwa Dani pantas untuk ia benci. Tapi ketika dilain waktu, Meitha terkadang masih memikirkannya. Dia tidak mengerti apa maunya..

            "Met? Halo?" Dani melambaikan tangannya didepan wajah Meitha membuat Meitha menoleh. Tanpa banyak berpikir, Meitha spontan menjawab, "Apa?"

            Dani menghembuskan nafas lega dan tersenyum, "Akhirnya lo jawab juga. Gue pikir elo kesambet apaan!"

            Meitha melotot mendengarnya, "Enak aja!"

            "Yeee.. Siapa suruh pasang wajah kayak begitu"

            "Wajah apaan!?" nada suara Meitha mulai meninggi. Dani menatap Meitha dengan pandangan aneh. Meitha yang risih diliatin kayak gitu berkomentar, "Kenapa?"

            "Perasaan waktu SMP lo nggak segalak ini deh. Baik. Manis malah" komentar jujur khas Dani sontak membuat darah Meitha mendidih. Entah apa yang merasukinya, dia merasa sangat kesal dengan komentar Dani. Ada sesuatu yang salah..

            "Nggak usah ungkit - ungkit masa lalu, ngerti!? Gue nggak suka!" Meitha mulai mempercepat langkahnya meninggalkan Dani. Yahh, percuma aja sih. Sepertinya Dani masih berkeras untuk mendekatinya! Dani mencekal tangan Meitha dan menariknya ke tempat yang agak sepi. Maklum, pagi - pagi begini koridor cukup ramai karena semua pada berlalu - lalang menuju kelas masing - masing. Daripada bikin keributan massal, mending ribut sendiri aja!

            Meitha berusaha menarik tangannya dari cekalan Dani tapi sia - sia saja. Dani mencengkeram tangannya dengan kuat. Meitha yang merasa bahwa usahanya akan sia - sia akhirnya hanya bisa berpasrah diri.

            Sesampainya di ujung koridor yang lumayan sepi, Dani melepas cekalannya dan menatap Meitha dengan keseriusan tingkat tinggi. Meitha yang bingung dan merasa canggung dengan keadaan itu mulai merasa gelisah. Dani bisa melihat kegelisahan Meitha. Dari tatapan cewek itu yang mulai berkeliaran kemana - mana, kedua tangannya bertaut dan sesekali mengetuk - etukkan jarinya... Dia tidak berubah. Kecanggungannya tidak berubah. Mengetahui fakta itu, Dani merasa ada sebuah kelegaan yang mengisi hatinya. Ternyata cewek yang dia kenal selama tiga tahun itu tidak berubah. Mungkin hanya sikap permusuhannya yang membuatnya terlihat berbeda....

            "Met, gue mau ngomong sesuatu sama lo" kata - kata itu terdengar halus, tanpa nada, tenang namun memiliki dampak yang dahsyat. Rasanya keadaan menjadi berkali - kali lipat lebih menegangkan daripada biasanya. Jantung mereka berdetak dengan kecepatan gila - gilaan dengan alasan yang berbeda. Dani karena gugup untuk menyampaikan "sesuatu", sedangkan Meitha yang turut gugup karena merasakan hawa "sesuatu" diantara mereka. Sesuatu banget deh!

            "Gue...."

            Kecepatan detak jantung naik satu tingkat

            "Emm.. Gue mau tanya soal..."

            Naik satu lagi...

            "Soal.. Emmm..."

            Jeng.. jeng.. jeng... jeng...

            "Ryan"

            DUUUUUEEEERRR!!!

            Kok jadi Ryan!? Meitha yang mendengarnya jadi bingung. Dia tidak menyangka "sesuatu" yang ingin dikatakan Dani itu malah si Ryan! Kirain apaan.. Huh!

            "Ya?"

            "Lo suka dia??"

            HEBAAAT!! Ini baru pertanyaan paling bombastis yang dia terima hari ini. Meitha... suka Ryan? Dapat ide dari mana si Dani sampe berprasangka seperti itu? Ini lelucon paling gilaaa!

            "Nggak lah," jawab Meitha langsung. Dani tidak percaya dan masih menatapnya dengan keraguan + kecurigaan yang tidak ditutup - tutupi.

            "Gue bilang enggak, ya enggak! Siapa bilang gue suka sama dia, hah?" Meitha mulai kesal dengan sikap Dani yang bertingkah seperti polisi yang akan menahannya tanpa bukti yang jelas.

            "Gue yang bilang. Soalnya kalian keliatan.. emm, akrab.." Oke, kata - kata Dani mulai terdengar gila, ralat, amat sangat gila!! Akrab? Akrab? Apakah tindakan pelecehan, ehh.. kok terdengar kayak gimana gitu sih? Maksudnya penghinaan... emm, nggak juga sih.. Ck, sepertinya Meitha kehilangan kata - kata yang tepat untuk menggambarkan situasi kemarin siang! Pokoknya tuh anak sengaja nyindir - nyindir Meitha deh! Apa itu masuk dalam kategori "akrab"?

            "Nggak.. Biasa aja kok" jawab Meitha datar. Dani terdiam sesaat kemudian menyerah. Dia mengangguk - angguk saja dan tidak berkata apa - apa lagi.

            "Cuma itu?" tanya Meitha setelah mereka terdiam cukup lama.

            "Mungkin," jawab Dani ragu.

            "Ya udah!" tandas Meitha kemudian bersiap mengambil langkah seribu menuju ke kelas. Tapi langkahnya terhenti ketika Meitha mendapat pencerahan dari sang dewi! *maksudnya si author :p*

            "Dan, engg.. Gue boleh tanya?" Meitha berkata dengan nada ragu. Sebenarnya dia paling males berurusan dengan Dani, tapi mau gimana lagi! Dia penasaran!

            "Boleh" jawab Dani dengan nada sedikit terkejut

            "Kalian akrab?"

            "Hah? Siapa?"

            "Elo sama Ryan"

            Dani menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "Akrab? Kalo sekedar teman sih iya."

            Meitha yang mendengar jawaban Dani hanya bisa meringis. Aduh, kok dia pake istilah "akrab" seperti Dani sih. Kesannya kayak gimanaaaaa gitu. Ck! Ini pencemaran nama baik!

            Meitha ber-ohh ria sebagai jawabannya. Dia bingung harus berkomentar apa.

            "Lo nggak suka sama Ryan tapi lo tertarik sama dia dalam arti cuma pengin tahu tentangnya. Bener kan?"

            DUUUUEEEERR!! Ini ledakan kedua!! Pertanyaan yang mengena banget. Tepat sasaran. Dan membuat Meitha panik. Apakah pikirannya terlihat jelas?

            Mampus gue! Gue musti jawab apa? Kalo gue jawab "iya", secara nggak langsung gue bilang kalo gue tertarik sama Ryan kan? Tapi kalo Dani bisa kasih gue informasi soal dia dan gue malah bilang "nggak"? M.a.m.p.u.s gue!! Ini dilema! Arghhhhhhh....

            Rasanya pikiran Meitha seperti terpotong - potong. Di satu sisi, dia pusing tujuh keliling untuk menjawab pertanyaan Dani dan di sisi lain, perasaan manis itu menderanya kembali.. Dia mengenal Meitha sebaik Meitha mengenal dirinya sendiri. Arghhhh!! Galau.. Galau.. Galauuuuu...

            "Lo mau gue kasih tau informasi soal dia nggak?"

            SIALAAAAAAAAANNN!! GUE MAU BANGEEEEEEEEETTT!! ARGHHH!! teriak Meitha dalam hati dan menyumpah - nyumpah Dani karena Dani memberinya tawaran yang sangat - sangat menggiurkan!

            "Emmmmm.." Meitha bingung mau menjawab apa. Dan Meitha nggak perlu menjawabnya karena Dani bisa melihat jawabannya dari sikap dan gerak - gerik cewek itu.

            Dani tersenyum senang. Dia memegang "kartu AS" untuk meluluhkan hati cewek itu!

            "Lo mau nggak? Kalo nggak ya udah" tanya Dani dengan nada pura - pura bosan.

            "Ehhhhhh... tunggu.." seruan panik keluar dari mulut Meitha. Ah, bodo amat! Mau musuh kek, temen kek, kalo Meitha bisa dapet informasi dari dia.. Arwhhh, tidak boleh dilewatkan! Tapi Meitha nggak sebodoh itu dong!

            "Kenapa gue harus cari tau informasi soal Ryan dari lo? Gue kan bisa tanya yang lain," pernyataan itu Meitha buat dengan nada yang (pura - pura) bosan juga. Dan jawaban Dani sukses membuat Meitha bengong

            "Lo mau cari dari siapa? Informasi soal dia itu limited edition! Kebanyakan yang beredar dikalangan siswa - siswi itu palsu tau?" jawab Dani dengan entengnya

            "Ohya? Trus jaminan apa lo bakal ngasih tau gue informasi yang benar, hah?" tantang Meitha meskipun dia agak keder juga mendengarnya. Renita benar - benar sinting! Tau gini Meitha nggak bakal menerima taruhan ini. Meitha tahu Dani tidak bohong. Cowok itu jarang berbohong dan kalo bohong keliatan banget!

            "Ya nggak ada jaminannya. Tapi gue akan bener - bener kasih informasi yang sejujurnya kalo lo mau ngabulin syarat yang gue kasih"

            Hebat! Taruhan dengan Renita aja belum selesai kok ditambah syarat - syarat dari Dani segala!? Emang nggak ada yang gratis ya di dunia ini!?

            "Apa dulu syaratnya?"

            "Maafin gue" Dan Meitha pun bungkam. Terpaku pada tempatnya berdiri dan menatap Dani kosong. Apa katanya? Maaf?

            "Gue emang nggak tahu apa salah gue sama lo," Dani mengatakannya dengan kepala sedikit menunduk, "dan lo nggak mau kasih tau gue apa yang mennyebabkan elo marah. Lo boleh bilang gue nggak peka atau apa, tapi please.. tolong maafin gue apapun salah gue itu. Lo bisa kasih tau gue apa salah gue dan gue akan berubah. Gue ngerasa bersalah banget sama lo.. ngeliat dari cara lo memperlakukan gue... Gue 'kehilangan' elo, Met"

            "Nggak bisa!" jawaban itu cepat, tegas, dan tak bisa dibantah. Meitha tidak bisa menggambarkan perasaannya saat itu. Jawaban itu sudah seperti mesin otomatis. Tanpa perhitungan. Itu harga mati!

            "Kenapa?"

            "Karena gue benci sama lo!" sekali lagi, jawaban itu sudah meluncur dari mulutnya tanpa banyak pikir. Membuat Dani frustasi dan mulai kesal dengan sikap Meitha. "Gue nggak ngerti elo lagi, Met"

            "Sejak kapan lo ngerti gue?" komentar Meitha dengan pedasnya. Dani mengangkat kedua tangannya menyerah. Dia tidak mau membuat Meitha semakin membencinya. Dia hanya bisa pasrah.

            Meitha segera pergi meninggalkan Dani di koridor itu dengan perasaan kacau. Bahkan Meitha sendiri pun tidak tahu apa yang sebenarnya dia inginkan.

            Dani masih belum menyerah dan berseru, "Lo nggak bakal bisa dapet informasi soal Ryan dengan mudah!"

            Oh, sialan! Kenapa Dani sempat - sempatnya mengingatkan dia soal taruhan itu? Err.. Meitha mengentakan kakinya dengan kesal.

            Kalo apa yang dibilang Dani itu benar, bahwa informasi Ryan itu limited edition di kalangan siswa - siswi, maka Meitha akan mencarinya langsung dari sumbernya! Yap, dari Ryan!!

***

            Meski sudah bertekad untuk bertanya langsung pada narasumbernya, tetep aja jantung Meitha nggak bisa tenang. Sumpah, berhadapan dengan cowok itu adalah hal terakhir yang ingin dilakukan oleh Meitha!

            Meitha sedang duduk - duduk di kantin menemani Renita makan. Matanya sudah jelalatan kemana - mana. Memastikan cowok itu ada disana atau tidak.

            "Met, lo kenapa sih?" tanya Renita yang heran melihat tingkah laku Meitha yang terlihat super aneh. Mengawasi kantin bak detektif mencari bukti pembunuhan!

            "Nggak apa. Eh, Ren! Gimana? Lo udah dapet informasi soal dia?"

            "Nggak segampang perkiraan gue," keluh Renita sambil mengacungkan garpunya dengan kesal.

            "Maksud lo?"

            "Yahhh.. gitu deh pokoknya! Lo sendiri?"

            "Sama, Ren.." Meitha menghela nafas dengan kesal dan sekali lagi mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kantin. Dan tatapannya jatuh pada segerombol cowok - cowok yang memasuki kantin. Ryan dan teman - temannya. Juga Dani...

            Meitha masih memandangi mereka terutama Ryan. Penampilannya benar - benar parah! Dua kancing atas kemeja cowok itu dibiarkan terbuka. Tidak dikancingkan. Memperlihatkan kaus hitam yang dipakai cowok itu. Sangat kontras dengan warna kemeja putihnya! Niat banget sih ngelanggar aturan!? Dan kemeja cowok itu di keluarkan dari celananya *ngerti kan ye, maksud gue?* sehingga ujung kemeja bawahnya berkibar - kibar kalo lagi berjalan dan ketiup angin gitu.

            Rambut cowok itu dibuat kayak berantakan. Errr.. Meitha nggak tahu harus berkomentar apa. Di satu sisi, penampilan cowok itu bener - bener parah! Tapi di sisi lain, penampilan terkesan.. emm, keren. Liar tapi menarik. Oh, apa yang dia pikirkan? Meitha menggelengkan kepalanya mengusir bayangan cowok itu.

            Dan tatapan mereka pun bertemu. Tatapan itu masih tajam seperti biasanya. Dan juga seolah mengikatnya dalam kekuatan yang tak bisa di lukiskan. Meitha sampai tidak berkedip saat melihatnya. Detik - detik yang mendebarkan sekaligus menegangkan itu terasa seperti beberapa abad. Gilaaa!

            "Arghhh, sial. Mati gue!" seruan Renita membuat Meitha tersadar dan mengalihkan pandangannya dari Ryan. Wajah Meitha sedikit memerah karena malu. Tapi sepertinya Renita tidak terlalu memperhatikan.

            "Hai, Renita. Meitha" sapa seseorang kepada mereka berdua.

            "Hai, Rick" jawab Renita lesu dan menatap Meitha dengan pandangan super nelangsa. Meitha hanya bisa menatap sahabatnya itu dengan prihatin. Cowok itu Erick. Erick adalah kakak kelasnya sewaktu SMP dan sudah mengincar Renita sejak Renita pindah ke SMP Meitha. Memang, intensitas pendekatan cowok itu mulai berkurang sejak ia lulus SMP. Tapi begitu bertemu Renita di hari pertama MOS, intensitas pedekate cowok itu meningkat berkali - kali lipat!

            Meitha nggak kaget kalo mereka bakalan ketemu sama Erick lagi disini. Maklum, siswa dari SMPnya mayoritas melanjutkan SMA nya di SMA Harapan sih. Meitha hanya bisa menyaksikan aksi "pedekate" dari Erick dengan tatapan prihatin. Soalnya Renita sama sekali tidak tertarik pada Erick. Renita tidak pernah memberikan tanda - tanda positif pada cowok itu. Padahal Erick itu termasuk golongan cowok di atas rata - rata lho!

            "Ren, temenin gue ke perpustakaan ya?"

            Meitha sudah hampir menjawab "nggak mungkin" -menyindir Erick seperti biasanya- tapi Renita sudah keburu berdiri dan menganggukkan kepalanya. Meitha melotot kaget melihatnya. Ada apa gerangan? Renita mau diajak si Erick? Ini baru berita!

            "Gue duluan ya, Met!" seru Renita buru - buru dan mengajak Erick pergi dari tempat itu dengan secepat kilat. Meitha yang ditinggal sendirian disitu hanya bisa bengong. Meitha menggaruk kepalanya yang tak gatal dengan kebingungan tingkat akut. Sekali lagi Meitha menatap ke sekelilingnya dan mendapati Ryan tengah menatapnya sambil tersenyum. Gileee, Meitha buru - buru mengalihkan pandangannya dengan perasaan nggak karuan. Errrr..

            Meitha melirik cowok itu dan mendapati Ryan sudah berdiri dari kursinya dan berjalan.. kearahnya.Mampus gue! Mau apa tuh cowok?

            "Hai," entah bagaimana Ryan sudah duduk tepat di depannya. Hebat! Ini baru keajaiban yang dia nantikan sejak pagi!

            "Oh, hai kak... Ryan.." Meitha tersenyum kaku. Sumpeeehh, dia gugup banget ngadepin cowok ini. Ryan itu punya semacam aura yang bikin lawan bicaranya ngerasa.. nggaknggaknggak kuat liat tatapan cowok  itu! Ck! Repot tau nggak ngomong sama orang kayak begitu!? Err..

            "Nggak usah panggil "kak" segala deh. Santai aja sama gue.." Santai dari hongkong! Mata sama gaya lo itu yang bikin situasi jadi genting! Ugh!

            "Mmhhh" gumam Meitha tidak jelas. Pikirannya sedang teralihkan dengan keadaan kantin yang terasa mencekam. Seolah semua pasang mata sedang menatap ke arah mereka berdua. Meitha yang merasa risih dan bingung dengan keadaan itu menjadi canggung.

            "Kak.. Eh, maksud saya..."

            "Nggak usah pake bahasa formal. Gue udah bilang kan? Santai aja sama gue. Lo sama Dani aja sikapnya kayak anak kurang ajar gitu, sama gue apa susahnya sih?" Oke, itu penghinaan. Kurang ajar? Temen lo itu yang kurang ajar, Yan!! umpat Meitha dalam hati.

            Meitha hanya bisa bersikap seolah tidak mendengar ucapan Ryan yang menyakitkan itu "Oke, Ryan. Mereka semua kenapa sih ngeliatin kayak gitu?"

            "Oh, bukan apa - apa. Mungkin mereka agak shock karena gue ngedeketin cewek" jawab Ryan dengan ekspresi datar.

            Oh, shit! "pendekatan" macam apa yang Ryan maksud!? Hoi, itu makna ganda!! Arghhh.. Jangan bikin Meitha geer deh!

            "Maksud lo?" tanya Meitha dengan perasaan jungkir balik. Cowok ini emang jago membuat perasaan dan pikiran Meitha kacau balau!

            "Hmm, setau mereka gue kan nggak pernah deket sama cewek. Jadi.. lo cewek pertama yang gue deketin, tau?"

            Rasanya Meitha ingin menyumpah - nyumpah mendengar penuturan cowok itu.

            Maksud lo apa sih, Ryan!? Bikin gemes tau nggak!?

            Apakah Ryan sedang bicara jujur atau sedang mengerjainya? Mari kita buktikan!

            "Untuk apa lo ngedeketin gue?"

            "Nagih permintaan maaf lo"

            "HAH!? Permintaan maaf?"

            "Iya, lo udah nubruk gue dua kali tapi nggak ada kata "maaf" yang gue terima. Emang lo pikir apaan?" tanya Ryan dengan binar jail di matanya. Tuh kan, Ryan selalu sukses bikin perasaan Meitha nggak karuan!

            "Ohh, ehhh.. Iya, sorry.. Gue nggak sengaja, waktu itu gue.."

            "Dimaafkan" potong Ryan dan mengambil sesuatu dari kantong kemejanya. Ternyata spidol. Ryan tersenyum miring kemudian dengan cepat menarik tangan Meitha dan menuliskan sesuatu disana.

            Setelah menuliskan entah-apa-itu, dia bangkit berdiri meninggalkan Meitha yang masih speechless. Ryan sudah berkumpul lagi dengan teman -temannya tanpa menoleh ke arah Meitha lagi. Meitha menunduk dan menatap tangan kanannya yang tadi di corat - coret oleh Ryan.

            "Mustahil" desis Meitha nggak percaya. Sederet angka tertulis di tangan kanannya itu dan Meitha yakin itu pasti sebuah nomor hape.. nomor hape Ryan!!

            Meitha bangkit berdiri dari kursinya dan berjalan meninggalkan kantin dengan perasaan campur aduk.

            Mau tau komentar Meitha!? RYAN COWOK GILAAAA!!

***

            Tidak ada satupun dari teman - teman Ryan yang berani berkomentar soal kejadian tadi. Sampai akhirnya saat mereka sedang bermain basket di lapangan, Dani mulai mengeluarkan suaranya.
            "Lo tadi ngapain, Yan?"

            "Nggak ngapa - ngapain"

            "Lo naksir dia?"

            "Nggak tuh. Biasa aja," tandas Ryan dengan santainya membuat kening teman - temannya berkerut. Tentu saja mereka nggak percaya.

            Adit, salah satu temannya iseng berkata, "Oh, boleh gue incer dong?"

            "Nggak! Dia masuk teritori gue. Jadi.. dia milik gue! Ngerti?" Adit, Dani dan yang lainnya kontan melotot kaget mendengar pernyataan Ryan. Mereka nggak salah denger kan?

            "Yang bener aja deh! Lo bilang lo nggak suka, tapi lo bilang dia milik lo. Gimana ceritanya tuh?" protes Dani kemudian. Detik berikutnya Ryan sudah mencengkeram kerah Dani dan menariknya dengan kuat. Ryan menatap Dani dengan tajam dan menaikan salah satu alisnya.

            "Apa peduli lo? Itu urusan gue kalo gue naksir dia ato enggak. Yang perlu gue tegasin cuma satu : jangan ganggu dia. Dia udah gue pesen. Oke?"

            Ryan melepas cengkeramannya pada kerah Dani dan meninggalkan teman - temannya yang masih terkaget - kaget melihat sikap Ryan yang luar biasa aneh.

***

            Meitha menatap layar hapenya yang menampakan sederet nomer yang Ryan berikan tadi dengan kesal. Ia menjatuhkan diri ke tempat tidurnya sambil mendesah dengan keras. Apa sih maunya cowok itu? Arghh.. Malam itu Meitha tambah stress berat. Sikap Ryan yang luar biasa aneh benar - benar menyita waktu dan pikiran Meitha. Dan karena terlalu memikirkan kegilaan cowok itu, Meitha sampai lupa nyari informasi soal Ryan

            Yang dia tau hanya dua : Nama lengkap dan nomer hapenya. Hebat! Bisa - bisa Meitha kalah taruhan nih!! Karena besok adalah penentuan nasibnya!

            Meitha memutar otaknya dan berpikir dengan keras. Dia punya nomer hapenya Ryan.... Sebuah ide gila meluncur diotaknya.

            "Apa gue telpon dia aja ya? Kali aja gue bisa dapet informasi soal dia...?" Meitha terdiam sesaat kemudian menggelengkan kepalanya dengan keras. Sikapnya sekarang ini seperti cewek yang sedang bimbang mau menelepon cowok gebetannya untuk pertama kalinya, tahu nggak!? Arghh.. Dan pikiran itu sukses membuat Meitha tambah stress

            Gimana caranya Meitha bisa menanyakan semua hal tentang Ryan tanpa terdengar seperti cewek yang sedang mengincarnya?

            Pusing.. Pusing.. Pusing!!

            Ah, bodo amat sama reaksi cowok itu! Meitha menekan tombol calling dengan jantung nggak berhenti berlari. Sport jantung euy!

            "Halo?"

            "Nggg, Ryan?"

            Ini nggak mudah!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar