Minggu, 01 April 2012

Love Is Not A game -part7-


Love Is Not A Game!!

-Part 7-

            "Gue suka sama lo!"

            Ryan membatu ditempatnya. Cowok itu terlihat sangaaaaaat terkejut. Kegugupan Meitha semakin meningkat karena Ryan tidak memberi reaksi sama sekali. Meitha bergerak gelisah kemudian berkata dengan terburu - buru, "Lo nggak usah jawab.. emm, pernyataan gue sekarang.. karena..."

            Meitha tidak melanjutkan ucapannya lagi karena sesaat kemudian ia menyadari Ryan sedang menatapnya dengan...marah?

            "Lo serius?" tanya Ryan dengan suara terkendali. Tidak seperti matanya yang menatap Meitha dengan sangat tajam. Lebih tajam daripada biasanya. Kalo seandainya dulu Ryan menatapnya dengan tatapan setajam silet, sekarang tatapannya setajam golok! Hiyyy!

            "Emmm," gumam Meitha nggak jelas. Dia bingung harus menjawab apa.

            "Oke"

            "Hah!?" Meitha menatap Ryan dengan keterkejutan dan kengerian yang tidak ditutup - tutupi. Tuh cowok ngomong apa tadi? Oke!? Oke buat apa??

            "Maksud gue..." Ryan menggantungkan kalimatnya dan menelengkan kepalanya sedikit, mengamati perubahan ekspresi di wajah Meitha. Dipastikan wajah Meitha semakin tegang dalam detik - detik penantian itu. Aduh, pokoknya tegang! Tegang! Tegang! "Oke, akan gue pertimbangkan!"

            "HAAAAAAAAAAHH!? Lo nggak lagi bercanda kan?"

            Mampus deh Meitha! Kayaknya "permainan" ini nggak akan berjalan sebagus skenario yang mereka buat deh. Kok Ryan jawab gitu sih?? Asli, Meitha kaget banget. Padahal menurut kabar yang beredar, kalo Ryan ditembak cewek (ini sering terjadi), dia pasti akan langsung menolak mentah - mentah dan bikin cewek - cewek itu broken heart di detik berikutnya (ini pasti). Jadi, kalo misal Ryan mau mempertimbangkan pernyataan Meitha.... Waduh!

            "Udah gue duga," ucapan Ryan membuat Meitha kembali ke dunia nyata. Ryan menyipitkan matanya, "Lo mau main - main sama gue, hmm?"

            O ow... Meitha mencium bau "kriminalitas" disini!

            "Eng..enggak kok," cetus Meitha dengan sorot mata ketakutan. Gile, tatapan Ryan emang top banget! Langsung membunuh nyali Meitha yang emang udah ciut! Mana kata - kata Ryan barusan emang tepat mengenai sasaran lagi. Kok Ryan bisa nebak gitu sih? Argh... Abis deh Meitha!

            "Hmmmm..." Sepertinya Ryan belum puas. Seakan tatapannya belum cukup untuk mengintimidasi cewek itu, Ryan melangkah mendekat. Otomatis Meitha mundur selangkah. Bener kan firasat Meitha? Bakal ada aksi "kriminalitas" disini!

            Ryan nggak berhenti sampai disitu. Ia terus berjalan mendekati Meitha dengan santai. Meitha jadi panik sendiri. Melihat dari gerakan Ryan yang terlihat santai itu malah bikin Meitha tambah takut. Kayaknya Ryan punya rencana tersendiri deh. Dan sepertinya itu nggak baik buat Meitha.

            Meitha melangkah mundur seirama dengan langkah Ryan yang semakin mendekat ke arahnya. Persis kayak singa kelaparan yang hendak memburu seekor rusa kecil yang tak berdaya. Langkah Meitha terhenti karena menabrak sesuatu. Meitha menoleh ke belakang dan menelan ludah saat melihat apa yang ditabraknya. Tembok pembatas di pinggir atap. Nggak mungkin Meitha bisa kabur lagi! Sekali lagi dia melangkah mundur, bisa - bisa dia terjungkal jatuh ke bawah dari lantai empat!

            Konsentrasi Meitha jadi buyar sehingga ia tak menyadari kedatangan Ryan. Meitha menoleh ke depan lagi, dan.. tadaaa! Tau - tau saja Ryan sudah berdiri tepat didepannya. Saking kagetnya, Meitha hampir saja melompat mundur. Hampir. Untungnya, dengan sigap Ryan menarik tangan Meitha sehingga posisi Meitha sekarang lebih aman. Tidak di ambang kematian lagi. Tapi sialnya, sekarang jaraknya dengan Ryan jadi dekaaaaaaaat banget. Ujung sepatu mereka aja saling bersentuhan begini.

            Ryan melangkah mundur sedikit, membuat Meitha sedikit lega. Tapi kelegaan Meitha nggak berlangsung lama. Ryan membungkukan tubuhnya sehingga kepalanya sejajar dengan kepala Meitha. Sekarang, perbedaan tinggi badan pun nggak jadi penghalang buat kedekatan mereka. Dan yang terakhir, Ryan memegangi kedua bahu Meitha dengan erat. Posisi paling okelah buat mengintimidasi sekaligus menginterogasi seseorang!

            Aduh!! Dia mau ngapain gue nih!??? batin Meitha menjerit ketakutan.

            "Nah, sekarang gue tanya sekali lagi sama lo.. Lo mau main - main sama gue, Meitha?"

            "Gue... Gue serius kok," dusta Meitha dengan terbata - bata. Mau gimana lagi? Kalo Meitha ngomong yang sejujurnya... Wah, Meitha nggak bisa dan nggak mau bayangin dia bakal diapain! Ck, kalo aja waktu bisa diputar, Meitha bakal menolak mentah - mentah hukuman ini dan tetap bersikukuh dengan pendiriannya apapun yang terjadi. Ugh. Meitha lupa kalo Ryan jelas bukan tipe orang yang enak buat diajak main - main. Padahal dari informasi yang dia dapat, udah jelas kan kalo Ryan itu tipe "berandalan". Tapi mau gimana lagi, biasanya Ryan bersikap baik kok sama Meitha. Makanya, Meitha jadi agak lupa dengan siapa dia berhadapan selama ini.

            "Terus kenapa lo keliatan nggak suka saat gue bilang 'akan gue pertimbangkan'?"

            Glek!

            "Ma...Masa sih? Gue kan cuma kaget. Serius! Gue cuma mau.. ngungkapin aja. Gue nggak nyangka.. elo bakal mempertimbangkannya," racau Meitha nggak jelas. Meitha nggak bisa berpikir jernih kalo dia disudutkan begini!

            "Lo beneran suka sama gue?" tanya Ryan sembari menatap Meitha lekat - lekat.

            "Emmm," Meitha mengangguk cepat - cepat. Tindakan otomatis. Nggak pake mikir. Dan mungkin akan ngebuat Meitha menyesal suatu hari nanti. Well, atau mungkin dia akan menyesal saat ini juga.

            Ryan tersenyum samar. "Kalo gitu gue perlu bukti kalo lo beneran suka sama gue!"

            Meitha menelan ludah mendengarnya. Perutnya langsung mulas. Kayaknya ini jebakan deh!

            "Kenapa? Takut?" tantang Ryan dengan sebelah alis terangkat.

            "Nggak tuh!" sela Meitha cepat. Senyum Ryan kian menjadi nyata. Meitha kepancing nih!

            Detik berikutnya, kedua tangan Ryan sudah melingkari pinggang Meitha dan menariknya mendekat. O ow. Meitha melotot tetapi memilih bungkam dan mengikuti saja. Percuma ngelawan Ryan. Jelas Meitha kalah tenaga sama cowok. Tapi kalo Ryan sampai macem - macem... Err!

            "Gue nggak bakal ngapa - ngapain elo kok," kata Ryan cuek seolah menjawab pikiran Meitha tadi. Meitha mengabaikannya. Dia terlalu sibuk mengatur detak jantungnya yang nggak beraturan. Ugh. Siapa yang nggak deg - degan sih kalo dalam posisi kayak gini?? Dan jelas Meitha nggak ingin Ryan tau kalo tindakan cowok itu sukses bikin jantung Meitha jungkir balik. Ntar Ryan kegeeran lagi!

            "Masih dalam batas kewajaran maksudnya," lanjut Ryan masih dengan cueknya. Meitha menatap Ryan dengan curiga. Batas kewajaran? Mendadak detak jantung Meitha kembali berantakan. Rese bener!

            Ryan melepaskan satu tangannya dari pinggang Meitha dan beralih ke dagu Meitha. Ia mengangkat dagu Meitha dan tersenyum miring. "Pembuktiannya cukup simpel kok. Kalo lo beneran suka sama gue.... Pastinya lo nggak keberatan kan kalo misalnya gue..nyium elo?"

            AAAAAAAAAAA!! Mati gue! Mati gue! Gue tau gue bakal mati tapi bukan gini caranya! Nggak mungkinlah gue mau!! First kiss gue nih! Argh.. Dia ngejebak gue! Sialan!

            "Cium mana dulu nih?" tanya Meitha dengan gaya sok tenang. Padahal dalam hati, rasanya dia pengin nonjok Ryan saat itu juga. Kenapa sih Ryan tauuuu aja cara yang ngebuat Meitha mati kutu!?

            "Menurut lo?" balasnya dengan mata berbinar jail.

            Brengsek! Brengsek! Gue tau dia brengsek tapi gue nggak tau dia sebrengsek ini!! Arghhh!

            Meitha menyiasatinya dengan lihai. "Gue nggak mau dicium sama cowok yang bahkan bukan siapa - siapa gue. Meskipun cowok itu cowok yang gue suka." Nah, ternyata Meitha pinter ngeles juga ya?

            Ryan mengangkat satu alisnya dengan wajah heran. "Apa bedanya? Toh akhirnya gue bakal mengiyakan pernyataan lo juga kan?"

            "Ya bedalah. EHH! LO BILANG APA TADI!??" Meitha mendorong badan Ryan sehingga Meitha bisa menatap Ryan dengan lebih jelas. Ryan melangkah mundur dan melepaskan pelukannya tadi.

            "Biasa aja kali," gerutu Ryan sambil mengelus kedua telinganya yang jadi agak sakit karena diteriaki Meitha dengan luar biasa kencangnya. Meitha masih terpaku ditempatnya. Syok dan nggak percaya dengan apa yang didengarnya tadi. Ini bukan mimpi kan?

            "Lo serius?" bisik Meitha dengan perasaan campur aduk.

            "Apanya yang serius?" tanya Ryan balik dengan ekspresi sangat lugu. Seolah kata - katanya tadi tak pernah diucapkan. Meitha sudah tidak mampu bereaksi apa - apa. Mikir aja udah nggak bisa! Ryan memanfaatkan kesempatan itu untuk mengecup kening Meitha. Oh! Meitha terkejut tapi tidak berkata apa - apa. Speechless.

            Ryan bergumam pelan, "Gue anggep itu sebagai bukti. Soalnya gue nggak tega ngambilfirst kiss lo..."

            Kok dia bisa tau sih??

            ".... Eh, nggak juga sih. Gue yang nggak rela ngasih first kiss gue  buat elo!" lanjut Ryan dengan cengiran yang bikin Meitha melotot.

            HAH!??? INI COWOK NGAJAK PERANG YA!????

            "Siapa juga yang mau ciuman sama elo!?" teriak Meitha dengan wajah merah padam. Wah, Meitha ngamuk nih. Ya iyalah, secara ini tuh menjatuhkan harga diri Meitha!

            "Nggak usah ngambek gitu deh. Gue kan hanya ngomong apa adanya," jawab Ryan agak nggak nyambung.

            "ELOOO...!! Argh! Brengsek!" maki Meitha lupa diri, tempat, waktu, dan suasana. Nggak peduli, pokoknya Meitha lagi pengin maki - maki Ryan. Bodo amat deh sama reaksi Ryan. Eh, nggak taunya Ryan malah cengar cengir melihat Meitha ngamuk - ngamuk. Abisnya gaya marahnya Meitha itu lhooo.. lucu banget!

            Ryan memandang Meitha pura - pura takjub. "Wow! Gue baru tau ada panggilan sayang sekasar itu. Boleh juga."
            "Edan! Cowok edan!" maki Meitha lagi. Kayaknya kata - kata Ryan makin membuat Meitha meradang deh. Ryan terkekeh geli melihat wajah Meitha yang semakin merah padam. Benar - benar pemandangan yang menghibur! Jailnya Ryan makin kumat deh!

            "Berarti lo lebih gila dari gue dong? Naksir sama cowok edan," balas Ryan telak.

            Meitha akhirnya "terbangun" juga dan menyadari situasi yang dihadapinya. Ia sampai lupa gara - gara terlalu kesal dengan kata - kata Ryan. Padahal kan dia sedang dalam kondisi darurat. Genting banget nih! Meitha melirik jam tangannya. Sekitar dua menit lagi pintunya bakal terbuka. Itu pun kalo jam Meitha benar.

            "Gue tarik kata..."

            "Kata yang mana?" potong Ryan dan menampilkan tatapan seramnya lagi. Meitha kembali terdiam dan menundukan kepalanya.

            "Gue harap lo nggak bermaksud narik pernyataan cinta lo tadi karena sejujurnya, maaf, udah terlambat. Gue udah keburu mengiyakan pernyataan lo nih..."

            Meitha mengangkat kepalanya terkejut. Ryan sedang menatapnya dan tersenyum tipis. Ia berkata dengan kalemnya, "Jadi, mulai sekarang.. kita pacaran ya?"

            Meitha belum sempat berkata apa -apa karena tiba - tiba saja pintu besi itu terbuka dengan suara yang cukup keras. Terlihat Erick dan Renita berdiri di depan pintu itu. Mereka sedang menatap Meitha dan Ryan dengan tatapan penasaran sekaligus harap - harap cemas. Meitha memegangi dahinya dan menutup kedua matanya.

            Meitha tahu kiamat akan segera datang. Tapi dia nggak tau kalo "kiamat" akan datang secepat ini!

***

            "Gimana? Sukses nggak?" bisik Renita yang telah berdiri tak jauh dari Meitha. Meitha melirik Renita sekilas dan tersenyum kecut. Dia memilih nggak menjawab dan malah mengamati Ryan dan Erick yang sedang asik berbincang tak jauh dari mereka. Ryan memeluk leher Erick dan memberi jitakan yang keras ke kepala Erick. Mungkin pembalasan karena mengurung Ryan dan Meitha diatap, meski cuma sekitar tiga puluh menit sih.

            Tiba - tiba saja Ryan menoleh ke arahnya dan tersenyum penuh makna. Damn, wajah Meitha langsung merah padam! Meitha menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Ryan tertawa melihatnya. Renita menggaruk kepalanya yang tidak gatal karena melihat pemandangan di depannya tadi. Kayaknya ada something nih.

            "Met? Ada apa sih?" desak Renita dengan raut wajah kebingungan sekaligus penasaran. Meitha mengangkat wajahnya dan menurunkan kedua tangannya. Wajahnya masih terlihat merah. Meitha berkata dengan lirih, "Lo nggak bakal percaya deh.."

            Renita ingin sekali bertanya lebih lanjut, tapi Ryan keburu melangkah mendekat ke arah mereka. Renita melirik Meitha disebelahnya. Meitha terlihat sangat gugup membuat Renita curiga berat. Ada apa sih?

            "Oh ya, ada yang lupa gue sampein, Met" kata Ryan setelah berdiri tepat di depan Meitha. Meitha hanya tersenyum ragu. Ryan merogoh saku celananya dan mengeluarkan sesuatu. Ia meraih salah satu tangan Meitha dan menaruh sesuatu disana. Meitha menunduk melihat apa yang diberikan oleh cowok itu. Sebuah kertas yang terlihat agak lusuh tetapi terlipat dengan rapi.

            Meitha mengerutkan kening melihatnya. Rasanya.. Meitha pernah liat nih kertas deh. Dimana ya? Meitha mencoba mengingat - ingat... Ah, lupa!

            "Ini jatuh waktu elo tiba - tiba kabur dari gue. Inget? Waktu dihukum Bu Sarma," jelas Ryan dengan gaya santainya. Meitha tersentak dan terbelalak ngeri. Jangan - jangan.... Meitha dengan cepat membuka lipatan kertas itu. Tubuhnya serasa lemas saat membaca isi kertas itu.

            "Gue tersanjung elo bisa dapet informasi soal gue," Senyum Ryan kembali mengembang. Oh, damn it. Meitha hanya bisa menghela nafas pasrah. Meitha jadi keliatan kayak cewek super agresif bin gila. Ampe bela - belain nyari informasi soal Ryan gitu!? Ugh. Pasti tuh cowok makin kegeeran deh. "Tapi... Kok beberapa catatan itu ada yang ditandai, Met?"

            "Ummmm...."

            "Yah, ntar lo juga bisa buktiin sendiri kok. Kan kita....?" Ryan sengaja menggantungkan kalimatnya, membuat wajah Meitha kembali merah padam. Dia benar - benar kalah telak!

            "Kalian ngomongin apa sih?" sela Renita kebingungan. Dia nggak ngerti sama sekali dengan apa yang dibicarakan kedua orang itu. Ryan hanya mengangkat bahunya. "Gue mau turun dulu deh. Kayaknya Meitha mau curhat sesuatu sama lo"

            Ryan melangkah mundur kemudian menarik Erick ikut turun bersamanya. Erick menoleh sesaat dan menatap Renita penuh tanda tanya. Renita menggeleng dengan wajah kebingungan juga. Setelah kedua cowok itu hilang dari pandangan mereka, Renita langsung menginterogasi Meitha.

            "Kasih gue penjelasan, please?"

            "Gue bener - bener kalah telak!" keluh Meitha dengan ekspresi letih sekaligus gusar.

***

            "Hah!? Elo... elo nggak lagi bercanda kan!?" seru Renita penuh dramatis. Meitha mengangguk pelan. Dia udah cerita semuanya ke Renita. Bahkan sampai berulang - ulang. Tapi Renita kayak nggak bisa diyakinkan. Ngeyel mulu dari tadi.

            "Jadi, lo beneran pacaran sama dia sekarang?" tanya Renita dengan wajah takjub. Meitha jadi enek ngeliatnya. Kenapa sih ekspresinya kayak gitu? Nggak prihatin apa dengan cobaan yang menimpa Meitha ini??

            "Iyaaaaa, Renita! Dan elo harus tanggung jawab! Tadi gue hampir aja mati berdiri gara - gara ulah lo!"

            "Eh, kok ulah gue? Kan dia yang bikin elo jantungan," kilah Renita tak mau disalahkan. "Gue juga nggak nyangka dia bakal bereaksi kayak gitu, Met. Oh, gue nggak bisa bayangin gimana rasanya jadi elo!!"

            "Itu nggak penting," seru Meitha tak sabar. "Masalahnya adalah... Kenapa gue harus pacaran sama dia!???"

            "Karena elo nembak dia," jawab Renita dengan polosnya.

            "Rennnnnnnnnnn, gimana nih? Lo nggak kasihan apa sama gue? Gue nggak bisa bayangin apa yang bakal terjadi sama gue nanti!" rengek Meitha membuat Renita jadi pusing. Renita merentangkan tangannya dan berseru, "Stop! Stop!" Meitha langsung terdiam dan menatap Renita dengan putus asa.

            "Udah, mending lo jalanin aja dulu...."

            "Ya nggak bisa lah!"

            "Dengerin dulu sampe selesai dong!" sungut Renita kesal karena Meitha menyela ucapannya. "Gini yah, kata gue sih elo mending coba dulu lah pacaran sama dia. Not bad. Lo harusnya tersanjung, Met. Terlepas dari Ryan suka sama lo apa enggak, tetep aja lo cewek pertamanya Ryan, tau? Ini bakal jadi berita paling hot di sekolah kita!"

            "Nah, justru karena itu, Ren! Gue yakin hidup gue nggak bakal tenang kalo pacaran sama dia!"

            "Halah, lebay banget sih lo! Lo kan udah telanjur pacaran sama dia. Mau gimana lagi? Coba lo bilang sama gue, elo rugi apa pacaran sama dia?"

            "Nggak ada," jawab Meitha akhirnya. Renita menepuk bahu Meitha, mencoba menyemangatinya. "Lo coba aja dulu buat beberapa minggu. Kalo nggak cocok, ya putus! Tapi kalo oke sih, di bablasin aja. Jadi pacar beneran gitu! Hehe"

            Meitha tertawa mendengarnya. Ada - ada aja deh Renita itu. Ilmu sesatnya keluar.

            "Eh, tapi elo kok bisa bego banget sih? Masa tuh catetan sampe jatuh ke Ryan segala? Malu - maluin bener" ucapan Renita membuat wajah Meitha kembali merah padam. Meitha mengentakkan kakinya kemudian mulai berjalan mondar - mandir.

            "Nah, itu dia, Ren! Sumpah demi apapun, gue malu banget! Mau ditaruh dimana muka gue?? Ugh. Payah!" sungut Meitha. Renita hanya bisa mengangkat bahu mendengar gerutuan Meitha. "Ck, dia pasti makin kegeeran deh!"

            "Mungkin. Fuhhh, untung dia nggak tau kalo gue yang sebenarnya nyari itu informasi," kata Renita enteng.

            "Huh, rese lo," umpat Meitha kesal. Renita malah cengar cengir mendengarnya. "Udahlah, mungkin emang nasib lo aja yang lagi jelek. Biarin aja dia salah paham. Elo kan nggak mungkin ngasih tau dia yang sebenernya. Bisa dibunuh kita berdua!"

            Meitha terdiam merenungi perkataan Renita. Iya juga sih? Buat apa dia ngeluh? Toh emang udah kejadian, ya mau gimana lagi? Tapi tetap aja...

            "Tapi yang kena imbasnya cuma gue nih! Elo nya kagak kenapa - napa!" omel Meitha masih tidak terima.

            "Udah, nggak usah dipikirin. Mending kita turun aja dan nonton pertandingan basket. Lumayan, buat menjernihkan otak," usul Renita dan menyenggol bahu Meitha, mencoba menyemangatinya sekaligus mengalihkan perhatian Meitha. Meitha tersenyum tipis kemudian mengikuti Renita yang sudah berjalan terlebih dahulu.

            Mereka menuruni tangga dalam diam. Terlihat koridor di sekitar lantai tiga terlihat sangat sepi. Maklum, semuanya kan pada ngumpul dibawah. Hanya segelintir siswa - siswi yang ada di lantai tiga. Kebanyakan sih pada mau berduaan gitu. Ketika mereka berdua sedang menuruni tangga menuju lantai dua, Meitha mulai mengoceh lagi.

            "Menurut lo, kenapa ya Ryan nerima pernyataan gue?"

            "Karena dia suka sama lo," jawab Renita tenang. Seolah itu sudah sangat jelas. Meitha mengernyitkan kening dan menggeleng perlahan. "Nggak deh kayaknya. Dia nggak bilang suka sama gue kok!"

            "Emang harus bilang ya?" tanya Renita malas. Meitha itu terkadang emang rada polos bin bego.

            "Heuh, ya iyalah. Waktu gue nembak aja, wajahnya keliatan serem gitu kok. Kalo suka, harusnya seneng kan?" Meitha mulai berargumen.

            "Ntar lo tanya aja sendiri sama dia"

            Meitha mendelik mendengarnya. Ya nggak mungkin lah! Emangnya mau cari penyakit apa? Ada - ada aja Renita itu.

            "Ogah!"

            "Ya nggak papa kan. Kan udah pacaran? Ngomong - ngomong, kasihan juga ya elo. Meski cuma main - main, hitungannya kan dia pacar pertama elo. Ckck..."

            "Nah, elo baru nyadar, Ren? Lo pikir gue pusing itu gara - gara apa?? Ya gara - gara ini. Ugh. Bayangan gue nih, pacaran untuk pertama kali ya pasti nyenengin banget lah. Mimpi gue ancur gara - gara dia. Coba dia nolak gue, udah beda cerita nanti!"

            Renita merangkul bahu Meitha dan mulai berceramah, "Nggak ada gunanya lo nyesel gitu. Udah telat. Kalo lo nggak mau pacaran sama dia, ya udah, buat aja dia mutusin elo!"

            "Nggak segampang itu kali, Ren," jawab Meitha jengkel. Sahabatnya ini emang suka banget gampangin segalanya. Ucapan sama perbuatan kan kadang nggak sejalan! "Udah ah, gue nggak mau kejebak sama kesesatan lo lagi. Berhenti nasehatin gue!"

            "Siapa suruh lo curhat sama gue?" tanya Renita dengan senyum lebar. Sama sekali nggak tersinggung dengan kata - kata Meitha. Emang ajaib banget lah dia!

            Akhirnya mereka tiba juga di lantai dasar. Uish, gila! Rame banget! Mereka sampe harus berdesakan dengan lautan manusia disana. Ini sekolah ato pasar sih?

            "Ren, beli minum dulu yuk," ajak Meitha dan menarik tangan Renita agar mengikutinya. Renita hanya pasrah saja ditarik - tarik Meitha. Abisnya sumpek banget nih. Tak lama kemudian, Meitha sudah mendapatkan keinginannya. Sebotol air putih dingin. Pas banget buat udara yang panas dan suasana yang penuh sesak ini.

            "Sekarang kita kemana?" tanya Meitha sambil mengelap keringat yang bercucuran didahinya. Gila, panas banget!

            "Nonton pertandingan basket lah. Kayaknya seru banget tuh"

            "Rame ahh," tolak Meitha. Renita tetap bersikeras, "Ayolah. Abis gue udah janji nih mau nonton."

            "Oooooo.. Gue tauuu.. Erick ya?" tanya Meitha dengan nada menggoda.

            "Iyaaaaa.. Puas lo?" Meitha tertawa melihat wajah Renita yang mulai terlihat keruh. "Tapi "cowok" lo juga main looooohhhh..." ejek Renita dengan senyum penuh kemenangan. Meitha menggelitik perut Renita dengan gemas.

            "Hush, udah.. udah.." seru Renita disela - sela tawanya. Mereka berdua menuju lapangan basket yang terlihat sangat ramai. Terlalu ramai. Sampe mereka nggak bisa ngeliat apa - apa. Kalo mau nonton, harus ngelewatin penonton yang bejibun! Ugh. Tapi bukan Renita namanya kalo nggak keras kepala. Dengan dituntun oleh Renita, mereka berdua berhasil sampai ke deretan pertama. Belum apa - apa, mereka berdua udah bengong saat melihat pertandingan basket itu.

            "Eh, cowok lo mainnya oke banget, Met!" puji Renita dan menyenggol bahu Meitha. Meitha nggak menanggapi ejekan Renita karena dia sedang sibuk, emm, terpesona.. Eaa..

            "Cowok lo juga tuh.."

            "Maksud lo Erick? Ihhh, nggak deh ya..." sungut Renita. "Eh, tapi gue akuin deh, mainnya oke juga."

            "Iya, Erick kalo lagi main keliatan keren. Tapi kalo lagi sama elo kayak orang bego, Ren!" Meitha tertawa terkikik mengingat ekspresi Erick kalo lagi sama Renita. Sesuatu banget!

            "Huh, mulai deh," gerutu Renita kesal. "Ehh, Ryan ngeliat elo tuh!"

            "Hah?" Meitha langsung memalingkan wajahnya dan sempat melihat Ryan sedang meliriknya sesaat sebelum ia menembak three point. Terdengar suara gemuruh tepuk tangan ketika bola itu masuk ke dalam ring dengan mulus. Ryan kembali menatap ke arahnya dan tersenyum lebar. Ia melambaikan tangannya dan jari - jarinya membentuk huruf V.

            Mati gue! rutuk Meitha dalam hati kemudian memalingkan wajah. Dipastikan seluruh penghuni di lapangan basket itu sedang menatap ke arahnya. Tetapi Meitha berusaha terlihat biasa saja. Malahan ia ikutan menoleh agar nggak ada yang menyangka kalo Ryan tadi sedang tersenyum dan melambai ke arahnya. Sepertinya mereka tertipu. Terdengar orang - orang disekitar Meitha mulai berkasak - kusuk.

            "Gue nggak salah liat kan? Ryan tadi tersenyum. Gilaaa!"

            "Siapa yang dia maksud ya?"

            "Wah, jangan - jangan gue?"

            "Ngimpi lo!"

            Meitha menghembuskan nafas lega. Gila, tuh cowok mau bikin Meitha jantungan apa!?  Jantung Meitha mendadak olahraga lagi nih! Ugh.

            "Haseeekkk," komentar Renita tanpa menatap ke arah Meitha. Tapi Meitha cukup tau kalo Renita sedang mengejeknya.

            "Apa sih lo?"

            "Enggaaakkkk..." jawab Renita dengan wajah lugu. "Eh, jaga tuh jantung. Jangan sampe copot!"

            "Ap..." kata - kata Meitha terhenti saat ia menyadari maksud kata - kata Renita yang sebenarnya. Sepertinya pertandingannya lagi break atau mungkin udah selesai? Entahlah. Yang pasti Ryan sedang berjalan ke arahnya! Yap, ke arah Meitha! O ow.. Keadaan di sekitar Meitha mulai heboh lagi. Tapi bagi Meitha kok rasanya hening banget ya?

            "Hai," sapa Ryan setelah berdiri tak jauh darinya. Ia mengusap keringatnya dengan handuk kecil sambil tersenyum kecil. Aje gile, cakep amat nih cowok! Ups... Meitha buru - buru menyahut sapaan Ryan dengan canggung, "Hei"

            Meitha melirik sekilas ke segala arah. Wuih, mereka jadi pusat perhatian! Aduh, Meitha jadi malu berat!

            "Gue minta ya?"

            Meitha yang belum ngeh dengan maksud Ryan hanya bisa bengong saat Ryan mengambil botol minum dari tangannya. Bahkan saat Ryan mulai membuka botol minumnya dan.. tanpa babibu langsung diminum sampe abis! Busyet!

            "Thanks. Ntar gue buangin deh botolnya," kata Ryan tanpa merasa bersalah. Meithaspeechless. Wajahnya langsung merah padam. Mana Meitha sempet denger salah seorang berkomentar, "Ciuman nggak langsung tuh!"

            Aduuuuuhhhhhh....!! Siapa sih yang ngomong kayak gitu?? R.E.S.E banget!! Emang ada ya ciuman nggak langsung?? Sarap! Ugh. Ugh. Ugh.

            "Yan, cewek lo ya?" tanya salah seorang di antara ratusan siswa disitu.

            "Menurut lo?" tanya Ryan balik kemudian melangkah kembali ke tengah lapangan. Keadaan menjadi semakin heboh. Bahkan ada banyak siswa - siswi yang mulai menginterogasi Meitha. Meitha yang jadi kesal akhirnya memilih menerobos kerumunan itu dan mengabaikan pertanyaan mereka. Dasar tukang gosip! Pengin tau aja urusan orang!

***

            "Heh! Berhenti!" Teriakan itu sontak membuat Meitha menoleh. Segerombolan cewek sedang berdiri di depannya dengan wajah sangar. Meitha berdecak kesal. Ada apa lagi ini? Meitha yang lagi pengin menyendiri di atap malah digangguin di perjalanan menuju ke atap. Tepatnya sih di lantai tiga. Keadaan disana masih cukup lengang. Kecuali Meitha dengan segerombolan cewek didepannya.

            "Ada apa?" tanya Meitha jutek.

            "Nggak usah belagu deh lo. Lo pasti ngerti maksud kedatangan kita kan?" seru cewek yang berdiri paling depan, memimpin kelompok itu. Meitha mengenalinya sebagai Sandra. Cewek kelas 12 itu termasuk kalangan populer disekolahnya. Ngapain nyariin Meitha? Perasaan Meitha nggak ada urusan sama dia!

            Menilik dari sikap dan tingkah mereka, Meitha memilih bersikap judes. Nyebelin banget sih wajah - wajah di depannya itu. Sok banget! "Nggak tau!"

            "Lo pacaran sama Ryan?"

            Alamak! Meitha menepuk jidatnya. Ternyata...!! Belum apa - apa, dia udah dapet masalah!

            "Emang penting ya?" tanya Meitha dengan nada sedikit halus. Sedikit.

            "Ya pentinglah! Lo kalo mau pacaran sama dia.. Langkahi dulu mayat gue dan mereka!" tunjuk Sandra pada dirinya sendiri dan gerombolannya yang semakin lama semakin terlihat banyak. Meitha melongok ke belakang gerombolan itu. Dari arah tangga bawah, muncul lebih banyak lagi. Busyet! Mereka mau ngelabrak apa mau demo?

            "Maksud elo? Kalian ini.. apa - apain sih?" tanya Meitha yang jadi kehilangan kata - kata karena saking speechless nya dengan pemandangan didepannya.

            "Kita ini kelompok fansnya Ryan! Dan gue ketuanya!"

            GUBRAAKK! Meitha langsung mangap dengan ekspresi super takjub. Fansnya Ryan? Sebanyak ini? Nggak salah!???

            "Gue dan mereka nggak terima elo pacaran sama dia. Lo bahkan nggak termasuk anggota komunitas kita. Berani lo ngelangkahin kita?"

            Meitha tambah bengong. Ini beneran ya? Bukan bohongan kan? Sumpeh?

            "Hah? Gue harus jadi anggota kalian gitu sebelum pacaran sama Ryan?"

            "Dan dapet restu dari kita," koreksi Sandra diikuti anggukan anggotanya.

            Ya ampun! NORAK! NORAK! Kelompok apaan sih ini!??? Nggak p-e-n-t-i-n-g banget! Dan.. dan.. gue baru tau si Sandra maniak! Brondong lagi! Ejiehhh!

            "... Elo yang nembak dia kan? Ya iyalah! Nggak mungkinlah Ryan yang nembak elo," cela Sandra dengan tawa merendahkan. Pengikutnya juga tertawa menyebalkan sambil berkomentar nggak jelas. Meitha nggak bisa membantah. Karena itu benar adanya. Tapi kasusnya dia kan bedaaaaaa!!

            "Kita nggak suka ya elo main serobot gini. Ngantri dong! Mana elo nggak minta ijin sama kita lagi!"

            Emang nembak perlu ijin ya? Wah, gue baru tau!

            "So, lo beneran pacaran sama dia?"

            Waduh, kok Meitha jadi diadili gini ya? Kalo Meitha jawab iya, dipastikan Meitha nggak bakal selamat deh. Rombongannya itu lho, banyak banget. Keroyokan deh pasti.

            "Ehem," seseorang berdeham cukup keras sehingga mereka semua menoleh ke belakang. Gerombolan itu mulai terbagi menjadi dua bagian sehingga Meitha juga bisa melihat apa yang ada di belakang gerombolan itu. Ryan dan teman - temannya. Wah..wah..wah..

            "Sori ganggu, gue lagi nyari cewek gue nih. Oh, hai, Met!" sapa Ryan seolah baru menyadari ada Meitha disana. Jelas banget tuh cowok pura - pura. Teman - temannya aja keliatan cengar cengir gitu kok. Ngomong - ngomong, Dani kok nggak ada ya?

            Ryan melangkah mendekati Meitha diikuti banyak pasang mata yang mengikuti gerakannya. Semua pada terpesona nih. Uihh.. Lupa sama situasi tuh! "Gue cariin elo kemana - mana. Ternyata ada disini!"

            "Tunggu," sela Sandra. "Lo beneran pacaran sama dia, Yan? Pasti dia yang nembak elo kan?? Iya kan!?"

            Halah, sinetron bener nih cewek! Alay!!

            "Jawaban yang pertama.. Iya, dia cewek gue," Ryan merangkul bahu Meitha dan menatap Meitha lekat. Meitha balas menatap tanpa berkata apa -apa. "Yang kedua..."

            Tik..tok..tik..tok

            Ryan memalingkan wajahnya dan berujar santai, "Gue yang nembak dia"

            Semua orang disitu menatapnya terkejut, tak terkecuali Meitha.

            Loh, kok....??

Tidak ada komentar:

Posting Komentar