Senin, 02 April 2012

Love Is Not A Game -part 8-


Love Is Not A Game!!

-Part 8-

“Elo yang nembak dia!? Serius lo, Yan!?” tanya Sandra tak percaya, mewakili para anggotanya yang terlihat sama tak percayanya dengan Sandra. Bisa dibilang, dari seluruh siswi disekolah ini, hanya Sandra dan Meitha yang berani berbicara dengan Ryan tanpa ada rasa segan ataupun takut. Sandra, karena cewek itu kayaknya emang udah tergila – gila banget sama Ryan sehingga tidak peduli dengan “perilaku” Ryan. Meitha, karena cowok itu memang sangat suka mengganggunya atau mungkin sekedar menyapanya.

Bagaimana pun juga, Ryan itu sikapnya emang agak aneh kalo sama cewek. Dinginnya nggak ketulungan. Jarang banget dia baik sama cewek. Dalam kasus ini, Meitha termasuk dalam kategori itu.

“Menurut lo?”

“Gue.. gue nggak percaya!!” seru Sandra dengan wajah merah padam karena kesal. Para pengikutnya juga berbisik – bisik dan menatap Meitha dengan pandangan tidak menyenangkan. Meitha tidak menggubris tatapan menyebalkan mereka karena ia sendiri juga heran dengan pengakuan Ryan.

“Buat apa gue bohong?” tanya Ryan balik dengan santainya. Sandra kehabisan kata – kata mendengarnya. “Tapi.. tapi cewek itu kan…”

“Kenapa!?” tanya Ryan cukup tajam membuat Sandra tertunduk karena agak gentar juga dengan sikap Ryan yang mulai “dingin”.

“Gue nggak terima elo pacaran sama dia..” Sandra emang bener – bener nekat! Tapi pengikutnya malah mendukungnya walau tidak terlalu kentara. Emang pas kalo si Sandra jadi ketua. Dia itu kan bonek alias bocah nekat!

“Gue nggak ngerti kenapa elo dan semua pengikut lo itu hobi banget ngurusin masalah gue. Kalian ini perkumpulan penggosip ya?”

GUBRAK! Gile bener nih Ryan, masa dia segitu “buta”nya sih sama pesona sendiri!?

“Kok elo ngomongnya gitu sih, Yan!?? Gue kan udah bilang sama lo.. Kita tuh…”

“Terserah deh,” potong Ryan yang mulai malas meladeni ocehan seniornya itu. “Udah ya, to the point aja. Mau lo apa sih, Nek?”

“Kok elo manggil gue ‘NEK’ sih!?” protes Sandra tidak terima. Meitha cengar cengir mendengarnya kemudian buru – buru menutup mulutnya saat Sandra memelototinya.

“Ya.. elo kan senior gue..?” Ryan memasang wajah lugu terbaiknya. Meitha menutup mulutnya dengan tangan untuk menahan tawanya yang sudah hampir menyembur. Apa hubungannya coba? Maksa bener..

“Tapi kan cuma beda setauuuuuuuuuuuun!!”

“Tetep aja judulnya daun tua. Ya kan?”

Meitha nggak bisa menahan tawanya dan tertawa sejadi-jadinya. Sumpah, kata-katanya Ryan sesuatu banget. Menusuk hati deh. Sampe-sampe pengikutnya Sandra juga ada yang cekikikan. Wajah Sandra merah padam. Ia menoleh ke belakang dan membentak salah satu anggotanya, “Diem lo!”

Meitha langsung memasang wajah datar. Penyesuaian diri. Mereka kan sedang berada dalam kawasan penuh konflik! Ryan yang berdiri disebelahnya cuma masang wajah yang nggak kalah datarnya. Bedanya, Ryan keliatan agak kesal, marah, dan nggak sabaran dengan situasi yang ia hadapi.

Meitha juga baru menyadari kalo sedari tadi Ryan sedang merangkul bahunya. Ejiehh, nyadarnya telat banget! Meitha menggeser sedikit tubuhnya ke kanan menjauhi Ryan, dan rangkulan Ryan menjadi sedikit mengendur. Tapi emang dasar Ryan, entah sengaja pengin gangguin Meitha atau malah sengaja pengin manas-manasin Sandra dkk, Ryan malah ikutan bergeser ke kanan dan mengetatkan rangkulannya. Meitha memelototi Ryan dari sudut mata. Cowok itu malah mengulum senyum dan terlihat sedang menahan tawanya.

Sandra berbalik dan kembali memelototi Meitha dengan pandangan membunuh kemudian menatap Ryan dengan (sok) galak tapi (keliatan banget!!) ada tatapan memuja dimatanya.

Cacat! Sumpeh, nih cewek otaknya udah keputer 360 derajat kali ya!?? Sempet-sempetnya ngeliatin Ryan dengan tatapan terpesona bin memuja gitu. TAPI gue nggak cemburu!! Ish, males banget deh. Gue kan cuma risih aja ngeliat tatapan si nenek sihir itu! Nggak banget!


“Pokoknya gue nggak percaya elo yang nembak dia!!” Sandra menatap tajam Meitha lalu memulai aksi sinetronnya. Ia menunjuk Meitha dengan gerakan berlebihan. “Dasar cewek ganjen! Murahan!”

Sandra emang bener –bener korban sinetron nih!

“Oke, cukup!” Ryan melepas rangkulannya pada Meitha dan berjalan ke arah Sandra dengan tatapan sangarnya. Ia menuding wajah Sandra dengan jari telunjuknya. “Gue kasih peringatan aja ya sama lo –dan mungkin pengikut lo juga. Jangan pernah sekalipun mencoba memancing emosi gue, oke? Gue paling nggak suka orang yang suka ngeganggu privasi gue. Jangan pikir karena lo cewek ato karena lo senior gue, lo bisa seenaknya. Kalo kata –kata nggak bisa bikin elo sadar, gue bisa pake jalan kekerasan. Ngerti!?”

Whoaaa.. Ini pertama kalinya Meitha melihat langsung kalo Ryan lagi ngamuk. Uih, galak banget! Kalo ngeliat dari tatapan matanya sih, anceman Ryan jelas nggak main –main. Tuh, fansnya aja, apalagi Sandra, langsung mengkeret! Untung Meitha dalam posisi yang dibelain. Kalo di posisi Sandra? Mati kutu deh!

Sandra dan pengikutnya bener –bener nggak berkutik! Mereka mengangguk nyaris bersamaan dengan wajah yang di dominasi dengan ketakutan. Ryan nggak menanggapi dan malah berbalik ke arah Meitha. Whoaaaa! Tampangnya serem banget. Kayak kejadian di atap tadi! Meitha jadi keder juga. Jangan-jangan dia juga bakal dimarahin?

“Ayo,” ajaknya sambil menarik tangan Meitha. Mereka berdua melintasi gerombolan cewek –cewek itu. Dan semua pasang mata mengikuti pergerakan mereka dengan berbagai ekspresi. Ugh, berasaslow motion banget!

Meitha melihat ke tempat gerombolan Ryan yang ternyata sudah berkurang. Hanya tinggal Adit dan Erick yang berdiri di dekat tangga. Mereka berdua keliatan terhibur sekali dengan pemandangan di depan mereka dan ketawa ketiwi nggak jelas. Edan!

Meitha sempat mendengar percakapan kedua orang itu.

“Liat! Wajah mereka pada pucet semua tuh!”

“Ntar juga mereka bakal teriak –teriak histeris muji –muji si Ryan.”

“Ohya?”

“Taruhan?”

“Traktir seminggu penuh?”

“Oke”

Deal!

Tuh dua cowok sarap apa gimana ya!? Sempet – sempetnya taruhan nggak jelas. Bikin orang kesel aja!


“Aksi lo keren,” puji Adit begitu Ryan dan Meitha sudah cukup dekat dengan jangkauannya. Ia mengacungkan jempolnya kemudian menepuk bahu Ryan cukup keras. Alamak!

“Ngelawak ya lo?” balas Ryan kecut. Keliatannya dia masih kesal dan emosi dengan kejadian tadi. Meitha menoleh ke belakang dan melihat bahwa perkumpulan itu sudah bubar. Meitha menghembuskan nafas lega.

“Ah, gue jadi males muji elo! Ngomong –ngomong, cewek lo kok diem terus sih dari tadi?”

Ryan menoleh ke arah Meitha, sepertinya baru nyadar kalo sedari tadi Meitha sama sekali nggak membuka mulutnya. Ryan tidak berkata apa –apa. Hanya ngeliatin Meitha dengan pandangan spekulatif.

“Mikirnya lama amat, Yan,” cela Erick sambil tersenyam senyum menyebalkan. “Cewek lo syok tuh. Ngeliat betapa galaknya cowok yang dicintainya ini.. Hehehe”

WHAT!?  COWOK YANG DICINTAINYA!? Hah! Coba lo bisa baca pikiran gue, Rick. Iye, gue emang syok. Syok gara –gara gue salah pilih lawan. Main –main sama dia!? Bisa –bisa gue dimakan hidup –hidup! HIYY!!


“Nah, loh.. Tanggung jawab lo, Yan. Wajahnya ampe pucet gitu. Ntar lo diputusin lagi,” ledek Adit jelas bermaksud memanas -manasi. Meitha rasanya pengin gigit sesuatu saking keselnya. Arwhh..

Ryan malah ketawa dengan ledekan Adit dan Erick yang kompak banget itu. Dengan santainya cowok itu menanggapi, “Hmm? Ya nggak mungkinlah. Kayaknya dia cinta mati sama gue tuh,” dan mengedipkan sebelah matanya ke arah Meitha. Yang ingin Meitha lakukan saat ini adalah nyekik Ryan saat itu juga! Tuh anak sama aja kayak temen –temennya. Sama –sama error!

“Biasa aja kok,” balas Meitha keki saat cowok – cowok itu ketawa gila –gilaan. Sumpah, suaranya bikin telinga cenat cenut!

“Pertanda lo mau diputusin!” seru Adit lalu terkekeh pelan. Meitha speechless. Dia sama sekali nggak ngerti dengan candaan mereka, terutama Adit. Agak keterlaluan sebenarnya. Aturannya kan temen deketnya baru dapet pacar, kok malah…

“Lo nyumpahin gue?”

Nah, itu maksud Meitha.

“Weiss, gue nggak ikut campur lho, Yan” Erick langsung angkat tangan. “Gue nggak mau jadi korban kekerasan lagi”

“Yahh, jangan marah gitu dong. Gue kan cuma bercanda!” jelas Adit buru –buru. Ia memelototi Erick dan menyenggol bahunya, “Nggak setia kawan lu!”

“Kasus kayak gini mah gue ogah setia kawan sama lo,” balas Erick cepat. Meitha cuma bisa geleng –geleng kepala ngeliatnya.

“Terserah deh,” balas Ryan pendek kemudian mulai menarik paksa Meitha pergi dari tempat itu, mengikuti cowok itu. Meitha pasrah –pasrah aja. Kayaknya tuh cowok lagi bad mood. Wajahnya galak banget!

“Eh, gitu aja marah! Met, bantuin kita bujukin dia dooooong,” mohon Adit dengan wajah dimelas –melaskan.

“Males ahh”

Siapa suruh jadi orang kok rese banget? Meitha nggak mau bantu lah.

“Elo bego apa goblok sih, Dit? Meitha kan ceweknya Ryan. Mendingan juga belain cowoknya ketimbang belain elo!!”

“Apaan sih lo? Ngajak perang lo ya??”

“Sst! Lo pada bisa diem nggak!?” desis Ryan yang mulai senewen dengan percakapan kedua cowok itu

“Hah, harusnya ada Dani di sini. Dua lawan dua kan pas,” keluh Adit karena merasa dipojokan. Ryan melirik tajam ke Adit, tapi Adit sok –sokan nggak nyadar. Erick malah ketawa ngakak ngeliatnya. Meitha sendiri? Kaget karena tiba –tiba nama Dani muncul di pembicaraan mereka.

“Ngomong –ngomong, tuh anak kemana?” tanya Adit akhirnya.

“Mana gue tau..” balas Erick sambil mengangkat bahunya.

“Lo tau nggak, Yan?”

“Nggak,”

Adit memandang Ryan dengan heran, “Lo kenapa sih? Hari jadian lo nih. Wajahnya malah mendung gitu!”

“Hmmmm…”

Entah kenapa, perasaan Meitha jadi nggak enak.

***

“Eh, lo tau nggak.. ternyata Ryan udah punya pacar!”

“Hah? Masa sih lo? Kok gue nggak tau!?”

“Ya jelas elo nggak tau. Barusan aja Ryan bikin kehebohan di lapangan dan koridor di lantai tiga. Untung aja gue tadi sempet jajan di acara bazaar. Semua pada ngomongin itu tauuu”

“Wah, rese. Ugh, harusnya kita nggak usah ngadain rapat OSIS segala. Ceweknya siapa sih?”

“Kalo nggak salah namanya Meitha. Anak kelas 10 yang baru –baru ini keliatan deket ama Ryan!”

Dani menutup buku tebal yang sedang dibacanya dengan cukup keras. Kedua cewek yang sedang asik bergosip itu tersentak kaget mendengarnya. “Eh, sori.. Ya ampun.. Kita ganggu elo ya?”

Dani melirik mereka sekilas. “Nggak. Lagipula rapatnya kan emang udah selesai”

“Tapi elo kan masih…”

“Gue balik dulu deh,” potong Dani kemudian bangkit berdiri dari tempat duduknya dan membawa buku serta berkas –berkas OSIS ditangan kanannya. Meninggalkan kedua cewek itu yang menjadi merasa bersalah karena sudah mengganggu Dani.

Dani keluar dari ruangan dan menutup pintunya agak keras. Salah satu anggota OSIS cowok yang masih berada disana mulai berkomentar, “Mampus lo. Dia marah tuh. Padahal dia kan masih sohibnya si Ryan”

“Yeee.. Gue kan nggak nyadar kalo dia masih ada disana!” bela salah satu dari kedua cewek yang bergosip tadi.

“Iya, mana dia kalo lagi serius gitu diem banget sih,” timpal satunya kompak.

“Karena itulah dia dicalonin jadi ketua OSIS.. Lagi” jawab yang lainnya.

“Lagi?”

“Iya, waktu SMP dia juga jadi ketua OSIS,” jawab cowok itu -yang ternyata satu SMP dengan Dani- sambil mencoba mengingat sesuatu. “Ngomong –ngomong, cewek yang jadi pacarnya Ryan itu… bener namanya Meitha? Meitha Aulia Putri?”

“Kalo nggak salah.. Iya, itu namanya. Kenapa?” tanya cewek yang tadinya sempat mencari informasi soal ceweknya Ryan.

“Meitha itu kan gebetannya Dani sewaktu SMP…”

“Ohhh?” seluruh anggota OSIS disana menoleh dan menatap cowok itu dengan terkejut. Bahkan, yang mulanya tidak peduli dengan percakapan mereka bertiga pun menjadi tertarik mendengarnya.

            “Bukannya dia pacaran sama Marisa?”

            “Emang masih? Bukannya mereka udah putus?”

            “Siapa yang bilang?”

            “Yaaa.. siapa sih yang tahan LDR sampe tiga tahun lamanya? Gue sih enggak.. Lagipula gue udah nggak pernah denger Dani nyebut nama tuh cewek.”

            “Hmm…” hanya gumaman itu yang bisa dikeluarkan oleh mereka.

            “Dan akhir –akhir ini gue juga sering liat Dani ngedeketin tuh cewek..”

            “Hmmmmmmmm…” gumaman itu semakin lama semakin penuh makna.

***

            Meitha dan Ryan kini sudah berdiri di depan kelas Meitha. Adit dan Erick udah menghilang sejak kejadian tadi. Mereka nggak mau repot –repot nganterin Meitha sampe ke kelasnya segala. Kurang kerjaan. Tapi menurut Ryan dan Meitha, tindakan itu harus dilakukan. Kehebohan yang mereka timbulkan bener –bener udah sampai tahap kerusuhan. Nyaris saja Meitha dilahap oleh fansnya Ryan! Ryan kan jadi merasa kudu bertanggung jawab juga. Dianterin deh Meitha ke kelas, supaya lebih aman. Soalnya dia masih ada pertandingan basket.

            “Oke, gue tinggal dulu ya..” Ryan langsung berbalik dan berjalan meninggalkan Meitha yang masih terbengong –bengong di depan kelasnya. Suasana disekitar koridor cukup hening. Nggak banyak orang berkeliaran.

            “Tunggu,” cegah Meitha tanpa banyak pikir panjang. Ryan menoleh, “Ya?”

            Sebenarnya ada yang ingin Meitha tanyakan. Suatu hal yang sudah mengganggunya sedari tadi. “Kenapa lo ngaku sama semua orang kalo elo yang nembak gue? Padahal kenyataannya kan nggak gitu..”

            Ryan terdiam sesaat. Terlihat sedang berpikir. Ia berjalan kembali mendekati Meitha. Meitha menahan nafas saat Ryan sudah berdiri tepat didepannya. Menunggu jawaban. Tak disangka, Ryan malah tersenyum mengejek dan menepuk kepalanya seolah Meitha itu anak kecil.

            “Gue kan nolongin lo. Coba kalo gue bilang sebenarnya. Nggak bakal selamat lo dari Sandra dan pengikutnya itu!”

            Glek! Benar juga sih kata Ryan.

            “Emang segitu parahnya ya?”

            “Dari pengalaman sih.. iya, parah banget”

            “Tapi lo kan nggak pernah nerima perasaan cewek yang pernah nembak elo…?” kata Meitha hati –hati.

            “Dan sekarang gue nerima perasaan lo. Jadi, menurut tebakan gue, reaksi mereka bakal lebih heboh. Dan kayaknya kehebohan itu juga menyebar ke seluruh sekolah. Kenapa ya?” tanya Ryan lebih kepada dirinya sendiri. Alamak! Meitha jadi nggak habis pikir. Kok bisa ya ada cowok yang sama sekali nggak nyadar dengan pesonanya sendiri!?

            “Lagipula, bagi gue nggak masalah siapa yang nembak siapa. Yang penting kan hasilnya jadian atau enggak. Nggak masalah kalo mereka ngira gue yang nembak elo. Tapi kayaknya bakal jadi masalah kalo mereka tau elo yang nembak gue…”

            Meitha speechless. Dia nggak nyangka ternyata Ryan juga peduli dengan “keselamatan”nya. Tapi tetap saja..

            “Kenapa sih lo nerima gue? Padahal kan ada banyak cewek yang nembak elo. Dan banyak yang lebih cantik dan lebih perfect daripada gue. Misalnya, Sandra?” Sepertinya Meitha sedang berusaha mensugesti Ryan supaya berpikir kembali mengenai hubungan mereka. Meitha masih belum menyerah dengan keadaan, rupanya!

            “Setiap orang pasti punya daya tarik tersendiri. Bagi gue, cantik itu relatif. Kalo gue ngeliat cewek dari segi fisik apalagi dari segi materi, berarti gue cowok paling goblok yang pernah ada. Dan untungnya gue nggak kayak gitu. Ngomong –ngomong, gini –gini gue juga punya kriteria. Misalnya, gue nggak suka cewek yang lebih tua..”

            “Jadi, kenapa lo nerima gue?”

            “Itu rahasia perusahaan,” kilah Ryan dengan entengnya. “Lagipula, lo itu aneh banget. Gue nerima pernyataan lo, lo malah keliatan nggak suka. Jangan –jangan kalo gue nolak elo, lo bakal seneng..?”

            “Eh, ya nggak gitu juga kali.. Gue kan cuma mau tau.. perasaan lo sama gue..” kata Meitha gugup. Mau nggak mau, dia deg-degan juga menunggu jawaban Ryan.

            “Perasaan gue? Biasa aja tuh.”

            “Hah!?”

            Ryan mengabaikan reaksi Meitha dan malah menatap ke jam tangan yang dipakainya. “Oke, gue balik dulu. Bentar lagi pertandingannya bakal dimulai. Bye..”

            Dan cowok itu pun pergi. Meninggalkan Meitha dengan sejuta pertanyaan dikepalanya. Meitha masih terpaku ditempatnya dengan mulut terbuka lebar. Sesaat kemudian dia baru bisa bereaksi.

            “Lalu kenapa elo nerima gue!???” desis Meitha yang jadi kesal dengan jawaban Ryan yang membuat kepala Meitha mendidih.

***

            “Yan..”

            Ryan berhenti berjalan saat namanya dipanggil dari belakang. Suaranya terdengar familier di telinga Ryan. Ryan menoleh dan benar saja, Dani sudah berdiri tak jauh darinya.

            “Rapat lo udah selesai?”

            “Udah. Sekitar lima belas menit yang lalu.” Dani terdiam sesaat. “Mau kemana lo?”

            “Gue tau bukan itu yang pengin lo tanyakan”

            “Oke, lo benar,” cetus Dani sambil mengangkat tangan kirinya, tanda menyerah. “Gue cuma mau nanya sama lo.. Lo beneran pacaran sama Meitha?”

            Ryan mengangguk acuh tak acuh.

            “Lo yang nembak dia?”

            “Berita cepat menyebar rupanya,” balas Ryan tanpa merasa perlu menjawab pertanyaan Dani dengan benar. Dani menoleh ke sekeliling, memastikan tidak ada orang yang mendengar pembicaraan mereka. “Lo bilang, lo nggak naksir sama dia!”

            “Emang,” jawab Ryan masih dengan santainya mmebuat Dani lama –lama jadi kesal juga. “Lalu kenapa lo nembak dia?”

            “Itu bukan urusan lo..”

            “Lo mainin dia!”

            “Siapa bilang?” tanya Ryan dengan alis terangkat sebelah. Dani memutar bola matanya. Heran, nih anak kayak nggak punya dosa aja

“Lo nggak suka sama dia, tapi lo malah nembak dia. Udah jelas kan?”

“Untuk sohib gue yang paling menyebalkan, gue kasih tau deh hal yang sebenarnya. Bukan gue yang nembak dia. Yang ada justru kebalikannya.”

Dani ternganga mendengarnya.

“Kok bisa?”

“Kenapa nggak nanya orangnya langsung?”

“Tapi.. tapi… Lalu kenapa lo nerima dia?” tanya Dani masih tidak terima.

“Gue udah bilang, ini bukan urusan lo. Ini urusan gue sama dia, oke? Tapi boleh deh, kalo lo mau minta pendapatnya Meitha.” jawab Ryan dengan wajah tak berdosanya. Ia kembali melanjutkan perjalanannya menuju ke lapangan basket dan meninggalkan Dani yang masih terdiam di tempatnya berdiri tadi.

“Gue nggak ngerti!” desis Dani frustasi dengan jawaban Ryan yang penuh teka teki.

***

Dani memutuskan untuk mencari Meitha. Sungguh, dia nggak mengerti dengan situasi yang dihadapi antara Meitha dan Ryan. Ryan kelihatannya biasa saja menanggapi masalah ini. Seolah mereka hanya membicarakan hal –hal sepele. Padahal ini pertama kalinya Ryan pacaran sama cewek. Jelas ini nggak main –main. Tapi kenapa dari sikap dan tindak tanduknya, Ryan terlihat biasa saja dan cenderung tak peduli?

Dani harus memastikannya dari pihak Meitha!

Setelah mencari kesana –sini, akhirnya Dani menemukan cewek itu sedang berada didalam kelasnya sendirian. Dani mengintip dari celah pintu yang terbuka dan memperhatikan cewek itu dengan lekat. Meitha sedang duduk di pojok belakang dengan salah satu tangannya menopang dagunya. Kelihatannya cewek itu sedang asik melamun. Ia terlihat sedih, frustasi, sekaligus marah. Dani jadi bingung. Mereka ini pacaran ato musuhan sih? Nggak ada pancaran kebahagiaan disana.

Dani membuka pintu lebih lebar dan masuk ke dalam. Meitha terbangun dari lamunannya dan terkejut melihat Dani ada didalam ruangan kelasnya. Padahal seharian ini Meitha sama sekali nggak melihat keberadaan Dani. Kok dia tiba –tiba muncul gitu sih?

“Ngapain lo kesini?”

Dani tidak menjawab. Dia terus berjalan kemudian duduk di kursi di depan meja Meitha. Setelah hening beberapa saat, Dani baru menyahut, “Gue cuma mau ngomong sama lo..”

“Ngomong aja,” jawab Meitha malas –malasan. Dia udah nebak kemana arah pembicaraan ini.

“Lo beneran pacaran sama Ryan?”

Meitha mengangguk acuh tak acuh.

“Lo yang nembak dia?”

“Ternyata dia udah ngasih hal yang sebenarnya ke elo ya” balas Meitha tanpa merasa perlu menjawab pertanyaan Dani dengan benar. Dani mengerutkan keningnya. Kenapa rasanya kayak de javu ya? Sikap Meitha sama cueknya dengan sikap Ryan! Whoaa.. Ada apa ini?

“Kenapa lo nembak dia? Lo suka sama dia?”

“Bukan urusan lo,” seru Meitha galak.

Mirip. Tapi reaksinya agak beda, pikir Dani dalam hati.

“Oke, gue cuma mau ngasih selamat sama lo. Semoga langgeng ya,” kata Dani dengan lemah. Meitha sedikit terkejut dengan ucapan Dani. Nggak nyangka tuh cowok bakal bilang gitu sama dia.

“Thanks,” kata Meitha akhirnya. Meskipun dalam hati di udah teriak –teriak menolak doa restu dari Dani. Langgeng sama Ryan? Mampus deh Meitha!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar